SONGONG

Ini cerita, selepas pulang dari Temu Karya Relawan Nasional di Malang. Kontingen Jawa Barat (dimana aku tergabung di dalamnya) pulang dengan prestasi yang gemilang, Juara umum sekaligus terbaik pertama. Tapi, bukan itu yang akan kuceritakan disini.


Subuh tanggal 1 Juli (kalo ga salah inget,, maklum agak bermasalah dengan ingat mengingat), tiba di stasiun Bandung dengan selamat sentausa tanpa kurang suatu apa (yaah,, barang ilang-ilang dikit, badan pegel-pegel dikit, meriang-meriang dikit, idung meler-meler dikit,, --abaikan--). Istirahat bentar, mandi trus makan bareng di Tom*at (btw apa gunanya itu tanda bintang --biar keren,, dikira sensor--). Ngobrol bla bla bla, pidato bla bla bla dan eksekusi bla bla bla serta makan bakso traktiran teh iyank n kang ucu ( :: makasih teteh,, --kedip mata--). Menunggu jemputan datang (yang akhirnya harus dieksekusi juga sebagai salam perkenalan). Anyway, bukan itu pula inti cerita berjudul SONGONG ini.

Dalam perjalanan pulang, tepatnya setelah Rumah M*ode (lagi-lagi apa gunanya tanda bintang --biar keren, dikira sensor--), keadaan jalan raya yang macet (biasa) hingga motor harus selap selip dengan sedikit nekat, tapi lagi-lagi bukan macet dan klakson yang menjadi pusat perhatian disini, tetapi di tengah jalan di tengah keramaian. Sebuah mobil mewah berwarna putih berhenti ditengah jalan, dibelakangnya ada sebuah sepeda motor besar (walau ga segede CB*R) juga berhenti lengkap dengan pengendaranya di masih di atas motornya menggunakan helm full face standar SNI (hehe).

Apa yang anehnya?
Yang aneh (selanjutnya saya sebut sebagai -SONGONG-) pengemudi mobil mewahnya. "Beliau" ternyata tidak berada pada tempatnya yang seharusnya yaitu di belakang kemudi tentunya. Dimanakah dia, ternyata oh ternyata, "beliau" sedang berdiri di belakang mobilnya memasang muka sangar dan merah (kaga enak dah  pokokna buat dilihat). "Beliau" lagi memarahi pengendara sepeda motor gede tadi, di tengah jalan di depan umum dan ironisnya di depan anaknya pula yang saya taksir masih seumuran anak SD. Membuat saya, yang pas banget ada di belakangnya ngelus dada n geleng-geleng kepala. Seketika terbertik "Songong banget tu orang".. Iyuuuuhh..

Yup,, itu sebenernya inti cerita yang mendorong saya menuliskan tulisan ini.
Apa jadinya anak-anak kedepannya kalo orang tuanya saja mencontohkan hal memalukan (paling tidak menurut saya) dan menurut saya lagi sungguh kekanakan hal tersebut dilakukan oleh seorang bapak-bapak dengan di saksikan anaknya dan di depan umum. Hanya karena, pengendara sepeda tersebut secara tidak sengaja menabrak bagian belakang mobilnya (menurut saya wajar, karena situasi sedang macet, dan pasti menabraknyapun tidak keras, rasanya paling hanya kaya angkot yang di rem mendadak). Jangankan rusak, tergores sedikitpun sama sekali tidak. Tapi sungguh reaksinya, bukan hanya marah-marah "beliau" bahkan menggampar kepala si pengendara (untung pake helm). Lagi-lagi menurut saya itu tidak pantas, di depan umum, di tengah keramaian, di depan anak-anak. Dan sayangnya, bukan hanya sekali ini saya mengalami dan menyaksikan hal-hal seperti itu. Ada apa dengan jaman ini.

Temen saya bahkan berceletuk,, alah paling mobil sewaan makanya marah-marah kepentok dikit aja, takut disuruh ganti rugi kali. Hehe. Bukan itu yang lagi-lagi saya soroti. Sepanjang sisa perjalanan saya berfikir (atau melamun), dalam benak saya terbersit pertanyaan, kira-kira bagaimana anak tadi di masa depan. Bukankah kata pepatah

Guru kencing berdiri, Murid kencing berlari
Nah, orang tua kan gurunya anak. Gimana cerita tu anak nanti kalo udah gede kalo orang tuanya aja sudah mencontohkan hal yang seperti itu.  Kalo bapaknya kesenggol dikit udah main gampar, anaknya mungkin saja kesenggol dikit lalu bacok. Yaah, memang siih, pertumbuhan anak bukan hanya dipengaruhi oleh orang tua saja, lingkungan juga. Tapi mau ga mau, peran orang tua sangat besar pengaruhnya. Dan apa yang dilakukan orang tua sering kalinya justru yang paling nempel di benak anak.

Para orang tua dan calon orang tua (termasuk saya),, kitalah guru dari anak-anak kita. Jangan sampai kita mencontohkan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan. Apapun itu. Bertaubat. Bertaubat. Bertaubat. Berdo'a supaya perbuatan-perbuatan tidak baik kita, (baik itu terlihat ataupun tidak terlihat), tidak akan ditiru oleh anak-anak kita. Amiin..

Share:

0 komentar