Tuesday, July 7, 2020

MENERBITKAN BUKU DI PENERBIT MAYOR (Andi Offset Yogyakarta)

(pict. source : pngimage.net)

Menerbitkan buku di penerbit mayor tentu menjadi salah satu impian para penulis. Menulis, mengirimkan naskah kemudian tinggal menunggu buku terbit dan menikmati royalti. Tanpa harus mengeluarkan biaya. Tanpa pusing mengedit dan merancang cover. Tanpa bingung bagaimana cara memasarkan buku.

Terlihat gurih memang. Namun, menerbitkan buku di penerbit mayor tidak semudah itu. Di penerbit Andi Yogyakarta --salah satu penerbit mayor-- setiap bulannya masuk 150 s.d. 300 naskah. Tidak mungkin dong semua diterbitkan. Hanya sekitar 10-15% saja naskah yang dapat diterbitkan. Artinya persentase naskah kita diterbitkan sangatlah kecil sekali.

Di jaman pandemi seperti ini, lebih seret lagi. Saat di rumah saja dan produktifitas menulis meningkat, justru usaha penerbitan sedang mengalami kendala yang cukup serius. Tak jauh berbeda dengan perusahaan lain, perusahaan penerbitan juga terkena dampak wabah covid 19. Tutupnya toko-toko buku, melemahnya ekonomi masyarakat akhirnya menjatuhkan omzet penerbit hingga 80-90%. Hal ini tentu berpengaruh besar terhadap kelangsungan penerbit. Penerbit Andi sendiri mengistirahatkan mesinnya hingga 50%.

Sebagai pelaku bisnis, penerbit juga harus mampu bertahan. Istilahnya, bagaimanapun keadaannya dapur harus tetap ngebul. Memang, dalam keadaan serba tak pasti begini melakukan apapun jadi seperti layaknya judi. Untung-untungan. Namun, jika tidak nekat dan mengambil kesempatan, perusahaan akan semakin terpuruk. Kuncinya, penerbit harus benar-benar jeli melihat peluang. Buku seperti apa yang mungkin benar-benar akan laku di era serba sulit seperti ini.

Sejalan dengan berkurangnya laju penerbitan, penulis juga harus jeli melihat peluang. Harus mampu berpikir cepat, buku seperti apa yang akan lolos terbit di saat serba sulit. Apalagi penulis pemula, harus benar-benar pasang gigi 5 untuk dapat mengejar penulis-penulis kawakan. Persaingan memperebutkan "kualitas buku layak terbit" semakin ketat. Penerbit mayor --seperti penerbit Andi-- biasanya sudah memiliki daftar penulis ekspert yang dapat mereka hubungi untuk menulis tema-tema yang dirasa cukup laku. 

Penulis harus selalu siap menghadapi berbagai peluang bahkan dalam masa chaos. Materi yang bahkan mungkin belum pernah terbayangkan sebelumnya harus dapat diramu agar dapat bersaing ketat. Penguasaan materi, eksekusi penulisan hingga membuat penawaran kepada penerbit butuh keahlian khusus. Mengapa demikian. Tentu karena penerbit pun harus memikirkan strategi-strategi khusus dalam menghadapi keruwetan ini. 

Menurut pak Edi -- dari penerbit Andi Yogyakarta -- penulis yang siap menerima tantangan kesempatan ini, adalah penulis yang selalu berlatih untuk mengeluarkan bahasa lisan ke dalam bahasa tulisan sehingga dapat dinikmati pembaca. Tulisan yang terstruktur dengan baik tanpa ada distorsi makna yang sampai kepada pembaca. Semua itu memerlukan proses yang cukup panjang, latihan dan kemauan. Komunitas menulis bisa menjadi solusi selama masa latihan dan mengawal proses menjadi penulis kompeten.

Menulis memerlukan latihan. Latihan memerlukan waktu dan perulangan berkali. Bakat hanya berandil 1%, sisa 99%nya karena latihan. Menulis setiap hari di blog dapat menjadi solusi bagus untuk latihan menulis. Tidak akan ada penolakan naskah di blog. Tak seperti di penerbit. Yang mana dapat memberikan efek psikologis yang baik untuk penulis pemula terus menulis. Menyiapkan diri menjadi penulis lihai untuk menembus penerbit. 

Penerbit --apalagi penerbit mayor-- akan berorientasi pada keuntungan. Sebuah buku mungkin saja isinya sangat bagus, akan tetapi jika dalam pandangan penerbit kurang mendapatkan keuntungan maka buku tersebut mungkin tidak akan lolos terbit. Biasanya penerbit malakukan analisis berdasarkan rekam jejak dari buku buku yang pernah terbit.

Penulis yang ingin menerbitkan buku di penerbit mayor, dapat memperhatikan poin-poin di bawah ini.
  1. Perhatikan visi misi penerbit. Jika bahasa visi misi mungkin terlalu kaku dan terbatas, paling mudah dengan memperhatikan tema. Tema-tema buku seperti apa yang biasanya diterbitkan oleh si penerbit. Hal ini penting, jangan sampai salah penerbit. Misalnya kita mengirimkan naskah bertema pendidikan ke penerbit yang concernnya di bisnis. Sudah jelas akan di tolak. Penerbit Andi Yogyakarta lebih concern ke buku-buku pengembangan diri dan pendidikan. Penerbit andi juga menerima naskah novel atau karya fiksi lainnya. 
  2. Intip buku-buku best sellernya. Buku-buku best seller mudah ditemukan. Di toko buku, biasanya ada rak khusus untuk buku best seller. Selain memahami keinginan penerbit, kita juga perlu memahami keinginan pembaca. Bahan bacaan seperti apa yang banyak dibaca orang. Bagaimana diksi yang digunakan. Bagaimana penulis meramu tulisannya. Dapat kita pelajari dari buku-buku best seller tersebut.
  3. Berlatih menggunakan media blog. Dengan menulis di blog, seorang penulis bisa langsung menerima feedback dari apa yang ditulisnya. Tulisan yang ramai dibaca itu yang seperti apa. Bahkan orang dapat langsung berkomentar memberikan kritik dan sarannya. Sehingga kita sebagai penulis bisa langsung memperbaiki tulisan kita. Mengembangkan tulisan hingga semakin nyaman dibaca. Lama kelamaan, blogger akan menemukan ciri khasnya. Menemukan tema yang paling dia banget. Hingga akhirnya bisa sangat ekspert dan sangat khas sebagai seorang penulis
  4. Intip bocoran kriteria seleksi naskah oleh penerbit. Setiap penerbit pasti memiliki kriteria tersendiri dalam menyeleksi naskah yang masuk ke meja redaksi untuk diterbitkan. Di penerbit Andi Yogyakarta sendiri akan melihat beberapa kriteria berikut untuk seleksi awal. [1] tema, [2] judul utama, [3] outline tulisan, [4] pesaing buku dengan tema sejenis, [5] positioning buku (meliputi harga, usia pembaca, gender, pendidikan dll). Nah ketika menulis buku untuk penerbit mayor maka perhatikan minimal kriteria di atas.
  5. Buat Proposal ke Penerbit. Penerbit Andi memfasilitasi penulis yang memiliki gagasan yang belum dituangkan dalam bentuk buku. Fasilitas tersebut adalah proposal penerbitan buku. Proposal berisi garis besar tulisan. Biasanya berupa judul buku, outline rencana buku dalam bentuk bab dan sub bab, sinopsis buku, CV penulis, sampel bab yang sudah ditulis minimal 1 bab. Jangan lupa cantumkan juga, alasan mengapa buku yang diajukan tersebut layak atau harus terbit. Proposal buku ini sangat membantu bagi penulis pemula yang belum pernah menulis buku. Biasanya penerbit lebih "percaya" kepada penulis langganan alias yang sudah memiliki nama. Proposal menjadi penting bagi penulis pemula, karena melalui proposal penerbit dapat menilai ide tanpa harus membaca naskah yang super tebal. Jika proposal diterima, maka proses kreatif pembuatan buku akan terus di kawal oleh tim dari penerbit. Hal tersebut tentu sangat membantu penulis pemula. Jika naskah buku sudah jadi, maka proposal tidak perlu dikirim.
  6. Perhatikan format penulisan. Beberapa penerbit sangat memperhatikan format penulisan dalam proses seleksi naskah. Jika naskah masuk tidak sesuai dengan format yang diberikan, maka naskah kemungkinan besar ditolak. Nyesek kan kalau tahu ditolak hanya karena format bukan karena isinya. Walaupun tidak semua penerbit menerapkan hal tersebut, alangkah lebih baiknya jika kita mencari tau format yang diinginkan penerbit dan mengikutinya. Untuk penerbit Andi sendiri menggunakan format ukuran kertas 16 x 23 cm (setara dengan A5) dan jumlah halaman 125-200. Akan tetapi pak Edi mengatakan jika terbiasa menggunakan format A4 boleh saja, silakan dimasukkan. 

Di era digital yang semakin elektronik, kedepannya diprediksi akan lebih banyak kanal-kanal digital untuk membaca buku. Menggantikan buku fisik. Bahkan saat ini sudah banyak berkembang aplikasi-aplikasi untuk membaca novel ataupun buku. Sebut saja wattpad, storial, WPS, novela, bacakomik, webtoon, mangatoon dan masih banyak lagi aplikasi-aplikasi lainnya. Toko buku pun sudah ada yaang bentuk digital. Menjual buku-buku elektronik atau yang lebih dikenal dengan e-book. Aplikasi yang sudah settle dan banyak digunakan tentu google book. Perpustakaan juga sudah mulai berevolusi. Aplikasi perpustakaan digital mulai ramai ditawarkan ke sekolah-sekolah.

Menyikapi fenomena ini, penerbit Andi pun tak ingin kalah langkah. Telah dirancang sebuah aplikasi proposal. Dengan tingkat penolakan naskah dan proposal yang cukup tinggi --bahkan mencapai 85%-- maka aplikasi ini dirancang untuk mengakomodir naskah dan proposal lebih banyak. Produksi buku fisik memerlukan biaya yang cukup tinggi. Sehingga penerbit sangat ketat menyeleksi naskah yang masuk. Dengan adanya aplikasi ini, harapannya tingkat penolakan naskah akan lebih rendah. Naskah-naskah yang masuk dapat dijual dalam bentuk e-book yang biaya produksinya lebih murah.

Aplikasi proposal tersebut juga dirancang untuk dapat memantau kemajuan penulisan naskah pasca proposal diterima. Jika dalam jangka waktu tiga semester atau 1,5 tahun naskah belum jadi, maka proposal otomatis akan gugur. Aplikasi ini rencananya akan diluncurkan bulan Agustus tahun 2020 di kanal playstore. Maka, melalui ponsel penulis akan mendapatkan reminder-reminder mengenai progress penulisan naskahnya. 

Dunia tulis menulis tidak akan pernah ada matinya. Akan selalu ada pembaca-pembaca yang haus akan bahan bacaan. Teruslah menulis di segala keadaan. Ikuti perkembangan jaman untuk tak tertinggal tren era menulis. Ditahun 2000an awal, orang menulis di blogger, wordpress, multiply, kompasiana, kaskus kemudian menerbitkan buku. Pada jaman itu, orang membaca dari kanal-kanal tersebut. Jaman sekarang untuk membaca novel orang banyak yang menggunakan aplikasi wattpad. Dimana ribuan novel berbagai genre disajikan gratis. Bagi penulis pemula, kanal tersebut bisa dijadikan sebagai ladang survey bahan tulisan serta ajang latihan. Karena tentu saja di kanal tersebut orang dapat dengan bebas mengutarakan pendapatnya mengenai tulisan kita. Jika tulisan kita mendapat sambutan hangat, maka jalan untuk menerbitkan naskah tersebut lebih mulus. Untuk membaca koran, orang menggunakan koran digital. Sungguh perkembangan jaman saat ini terlalu cepat. Tak menutup kemungkinan tren membaca buku digital kedepannya akan semakin pesat.

Menulislah dan tinggalkan jejak nama melalui tulisan-tulisan.

#salamliterasi


Jogja, 7 Juli 2020
Ratna Dhevi Fahmiyati



FYI
Jika teman petrichor memiliki naskah yang ingin coba diterbitkan, dapat dikirimkan ke penerbit Andi Offset Yogyakarta melalui pak Edi. Kirimkan naskah dalam bentuk word ke email edis.mulyanta@gmail.com 
Naskah yang diterima akan di review. Penerbit akan menghubungi penulis yang naskahnya disetujui untuk terbit. Jika dalam jangka waktu 3 bulan tidak mendapatkan kabar dari penerbit, maka dapat diartikan jika naskah di tolak.

Monday, July 6, 2020

CARA SUKSES TANPA BERJUANG

(pict. source : google)


Apa yang dimaksud dengan sukses tanpa berjuang?
Memangnya bisa sukses tanpa berjuang?
Ilmu sukses anti mainstream ini, saya dapatkan dari Romo Vanshopi yang disampaikan beliau dalam webinar para alumni Telkom University ramadhan lalu. M. Dedy Vanshopi atau yang akrab dipanggil dengan sebutan Romo adalah seorang sutradara iklan dan penulis naskah. 

Apakah sukses itu?
Banyak orang berpikir mengenai sukses. Namun, tidak pernah mendefinisikan apa itu sukses dan apa ukuran sukses itu. Ada beberapa definisi sukses yang biasanya terlintas dalam benak manusia ketika ditanya apa itu sukses.

Ada yang mendefinisikan atau mengukur sukses dengan aset. Memiliki mobil mewah, rumah dimana-mana, tabungan menggunung, perusahaan dan sejenisnya. Semua itu hanya aset, yang mana tidak akan pernah membawa kita ke puncak karena kita akan selalu merasa kurang.

Ada pula yang mendefinisikan sukses dengan jabatan. Manager, CEO, presiden dan sejenisnya. Maka itu hanyalah karir. Sama seperti aset tadi, kita akan cenderung tidak puas dengan jabatan yang telah kita peroleh. Misalnya kita sudah menjadi seorang direktur, tetapi teman kita sudah menjadi CEO. Maka kita akan menganggap kita belum sukses.

Banyak orang membuat peringkat orang terkaya, tapi belum pernah ada yang membuat peringkat orang tersukses. Mengapa? Benar, sukses itu relatif. Tergantung bagaimana kita memandang sukses tersebut. Sah-sah saja jika mau memandang kesuksesan dengan aset maupun karir. Namun, yang harus menjadi catatan kita harus memiliki ukuran sukses kita sendiri. 

" Jangan mau baju kita diukur menggunakan badan atau ukuran orang lain "
" Jangan sampai kesuksesan kita diukur menggunakan ukuran kesuksesan orang lain "

Banyak orang yang terjebak mengukur sukses mereka dari capaian orang lain. Teman seangkatan sudah jadi ceo, sedangkan kita hanya karyawan misalnya. Lalu kita menakar bahwa kita belum sukses. Jika perjalanan hidup kemudian membawa kita menjadi ceo misalnya, ternyata teman tadi sudah menjadi pemilik beberapa perusahaan. Maka kembali kita akan merasa, capaian ini belum sukses.

Tak akan pernah habisnya jika kita selalu membandingkan dengan orang lain. Lalu apakah tidak boleh? Bagi saya boleh saja. Bahkan mungkin harus. Untuk kita dapat bercermin. Untuk memotivasi diri. Tidak masalah. Yang jadi masalah, jika kita krmudian menjadikannya sebagai standar sukses kita. Lebih parah lagi kalau menjadikannya standar kebahagiaan kita. 

Bahkan dalam Islam pun di ajarkan. Kapan melihat ke atas. Kapan melihat ke bawah. Melihat ke atas dalam hal akhirat. Agar kita terus berusaha mengejar ketertinggalan. Melihat ke bawah dalam hal dunia. Agar kita mampu bersyukur dan merasa cukup. Jangan gunakan ukuran orang lain untuk ukuran kesuksesan kita, untuk urusan dunia. Tentu saja dalam tulisan ini kita sedang membahas perihal duniawi. Namun, kita tahu hal duniawi kita tentu terkait dengan hal akhirat kita.


Sukses itu ketika kita tidak bekerja lagi
Pernah ngga mendengar pertanyaan, "Kerja gitu amat?"

Ketika kita sedang bekerja, kita sedang melakukan kewajiban-kewajiban. Ketika kita sedang bekerja kita sedang melakukan tuntutan-tuntutan. Kerja kok gitu amat? Orang bertanya seperti itu karena dia melihat bahwa kita sedang bekerja. Dalam kacamatanya kita bekerja.

Atau pernahkah bertanya atau berkata pada diri sendiri? "Kerja kok gini amat ya". Saat pertanyaan atau pernyataan itu muncul dalam pikiran kita, artinya dalam kacamata kita sendiri, kita sedang bekerja. Kita sedang melakukan tuntutan-tuntutan. Kita sedang melakukan kewajiban-kewajiban.

Adakah yang bekerja tapi tidak bekerja? Tentu saja sangat ada dan sangat bisa kita lakukan apapun pekerjaan kita. Syaratnya hanya satu, mencintai. Benar memang bekerja, tapi tidak membawa mental bekerja. Sehingga dengan pekerjaan kita, kita bisa bersenang-senang, bermain-main, tidak merasa capek, tidak merasa berjuang.

Ada cerita menarik. Mungkin banyak yang mengalami juga. Pernah mendengar program SM-3T atau Indonesia Mengajar? Program tersebut merupakan program pengabdian mengajar di daerah terdepan, terluar, tertinggal. Bahasa kasarnya, daerah terpencil.

Daerah sasaran tak jarang merupakan daerah minim fasilitas. Jangankan sinyal internet, listrikpun kadang tak ada. Jangankan menggunakan mobil mewah, dapat sampai dengan selamat saja sudah bersyukur. Hidup dalam setiap keterbatasan. Mengajar dalam fasilitas minim. Jangankan seragam baru atau tas sekolah baru. Anak datang ke sekolah saja sudah membahagiakan. Ada guru yang datang dan mengajar saja sudah sangat menggembirakan.

Sasaran pendidiknya siapa? Anak muda. Lulusan fresh graduate, untuk SM-3T. Anak muda yang rela meninggalkan pekerjaan nyamannya di kota besar, untuk Indonesia Mengajar. Dapat membayangkan bagaimana timpangnya kehidupan mereka? Dari kota penuh fasilitas, menuju daerah pinggiran minim fasilitas. Apakah mereka menderita? Apakah mereka merasa berjuang? Silakan tanyakan sendiri. Banyak sekali lulusannya di sekitar anda.

Mungkin ada yang menyesal. Namun, percayalah lebih banyak yang senang. Merasa beruntung. Merasa ingin kembali kesana lagi. Merasa memiliki banyak pengalaman berharga di sana. Mereka bersenang-senang di sana.

Poinnya apa. Orang lain boleh saja menyangka kita berjuang. Boleh saja menyangka kita bekerja keras. Selama kita tidak membawa mental bekerja, kita tidak akan merasa bekerja. Selama kita mencintai pekerjaan kita, kita tidak akan merasa bekerja apalagi berjuang. Kita sedang bersenang senang.

Mental bekerja, sering menyebabkan orang menjadi tidak maksimal mengerjakan tugas profesionalnya. Atau setidaknya membuatnya tersiksa. Pernah mendengar orang mengerjakan kesenangannya dan tak total? Jika ada, saya bisa jamin sebenarnya dia tidak senang senang amat dengan yang dikerjakannya. Karena jika mengerjakan kesenangan, orang cenderung akan mengerjakan dengan totalitas. Mengapa? Karena akan memberikan kebahagiaan tersendiri.

Romo Vanshopi misalnya. Beliau memberikan contoh kisah dirinya. Beliau membagikan foto dimana beliau sedang mengarahkan "milea" berakting dengan tawa bahagianya. Orang melihat beliau sedang bekerja? Ya, orang melihat beliau sedang bekerja sebagai sutradara. Namun, beliau tidak merasa bekerja. Beliau sedang bersenang-senang.

Apakah dengan bersenang-senang beliau totalitas mengerjakan proyek iklannya? Ya tentu saja. Buktinya, iklan garapannya banyak yang viral. Ditonton jutaan orang dengan sukarela. Bahkan di repost. Banyak pula yang sengaja mencari iklannya untuk ditonton. Jika biasanya kita nonton iklan karena terpaksa atau sambil lalu saja. Maka iklan pak Vanshopi justru dicari untuk ditonton. 

Dalam hal ini, saya sangat setuju dengan beliau. Saya senang jalan-jalan. Saya senang keliling kota naik motor. Saya senang ngajar. Menjadi guru les privat dari rumah ke rumah. Bagi orang, kerjaan saya "ngoyo". Mereka hanya tidak tau, saya merasa hidup dengan pekerjaan itu. Saya merasa bahagia. Apalagi yang lebih menyenangkan dari hidup dan penghidupan berjalan selaras beriringan?

Tuntutan pekerjaan profesional tentu sangat banyak. Bayangkan apa jadinya jika kita tidak menyukai pekerjaan kita? Tersiksa. Sangat terasa berjuang. Tidak, saya tidak lantas memandang iba untuk mereka yang tidak menyukai pekerjaannya dan bertahan. Bahkan berprestasi atau sukses. Saya sangat salut dengan mereka. Hidup memang tak melulu harus sesuai dengan yang kita inginkan. Ada hal-hal yang harus bisa kita kompromikan.

Mereka yang bekerja tak sesuai dengan kesenangannya dan sukses, itu keren sekali. Sekali lagi, ukuran kita boleh berbeda-beda dalam hal sukses tadi. 


Kesimpulan umumnya sih bisa dikatakan, semua ini tentang seni menikmati hidup. 

Ada yang setuju dengan perspektif sukses di atas? Tulis di kolom komentar ya teman petrichor.

Sunday, July 5, 2020

6 KUNCI PENTING PRODUKTIF MENULIS

(pict. source : freepik)

Kelas belajar menulis Jum'at, 4 Juli 2020 diisi oleh narasumber yang sangat keren. Emm, sebenarnya narasumber yang didatangkan tidak pernah tidak keren sih. Hehehe.

Dr. Ngainun Naim, seorang dosen yang sangat produktif menulis. Tidak seperti kebanyakan akademisi lainnya yang lebih banyak menulis karya ilmiah, beliau menulis berbagai macam genre. Sepertinya malah beliau menulis di semua genre. Beliau juga aktif menulis artikel untuk surat kabar.

Menyimak "obrolan warung kopi" beliau saat pertemuan daring dengan penulis Kampus Desa Indonesia, perjalanan menulis Dr. Ngainun Naim sangat panjang. Beliau berpendapat, semua orang bisa menulis. Hal ini sejalan dengan pemaparan materi yang beliau sampaikan dalam kelas menulis malam ini yang bertema serupa.

Semua orang bisa menulis

Siapapun bisa menulis. Apalagi di jaman sekarang, dengan maraknya sosial media tanpa sadar orang berlomba-lomba menulis. Menulis status di facebook, membuat caption di instagram, membuat story di instagram atau whatsapp bahkan bertukar pesan dengan kawan. 

Salah satu hal yang sangat membantu kemampuan menulis manusia adalah kemampuan atau setidaknya kemauan dalam membaca. Membaca adalah kegiatan penting sebelum menulis. Karena membaca dapat membantu meningkatkan kemampuan menulis. 

Membaca disini tidak lantas harus diartikan secara kaku. Seperti misalnya ada beberapa orang yang tidak dapat melihat, tapi tetap bisa membaca. Baik itu menggunakan tulisan braille atau bahkan dibacakan oleh orang lain. Seperti mantan presiden kita, Gus Dur. Beliau membaca dengan cara dibacakan. Karena secara harfiah, membaca adalah kegiatan memahami teks dengan tujuan memperoleh informasi.

Guru dan menulis
Mengapa seorang guru penting untuk menulis? Bahkan hampir semua narasumber menekankan bagaiamana pentingnya menulis. Pun pak Naim, beliau juga memulai kelas dengan memberikan pemikirannya mengapa seorang guru perlu untuk menulis.

Bisa dikatakan, guru adalah ujung tombak pendidikan. Kunci penting kualitas pendidikan. Semakin berkualitas guru, maka seharusnya semakin berkualitas pula kelas yang diajarnya. Berlaku kebalikannya, jika guru yang mengajar kurang berkualitas, maka hasil pembelajarannya pun tidak akan maksimal sesuai dengan yang diharapkan.

Salah satu kunci penting dalam peningkatan kualitas guru adalah peningkatan kualitas literasi guru. Kemampuan literasi di sini meliputi kemampuan membaca dan menulis. Semakin banyak seorang guru membaca, maka akan semakin banyak karya berkualitas yang dapat dihasilkan. Jika karya berkualitas dihasilkan, maka dia dapat memberikan kontribusi lebih dalam peningkatan kualitas pendidikan.

Seperti kata pak Agus Sampurno beberapa minggu lalu, guru tanpa menulis hanya seorang guru yang mencari penghasilan. Guru yang menulis maka ada kesempatan untuk bermanfaat bahkan menginspirasi. Sudah banyak contoh guru yang sangat menginspirasi dari menulis. 

Dalam pertemuan ini, pak Naim membagikan kunci-kunci bagaimana agar produktif menulis. Kunci adalah alat untuk membuka. Namun, jika tidak digunakan maka kunci hanya akan menjadi kunci. Begitu pesan pak Naim sebelum memulai membagikan kunci. Nah apa saja kunci agar produktif menulis? Baca sampai akhir ya.


KUNCI PERTAMA : Motivasi

Apa motivasi kita menulis? Tanyakan pada diri sendiri, sejujur-jujurnya. Segera tentukan apa motivasi kita dalam menulis. Motivasi tak harus stagnan dari masa ke masa. Motivasi sangat bisa dinamis. Kita bisa mengubah motivasi kita saat motivasi yang kita punya tak lagi relevan atau tak lagi dapat memotivasi. 


Nah, apa saja motivasi umum yang sering digunakan oleh orang untuk menulis.
  1. Karir : Motivasi ini berkaitan dengan profesi kita. Entah itu kita akan menjadikan menulis sebagai profesi kita atau membuat kegiatan menulis untuk mendukung kemajuan karir kita. Khususnya sebagai guru, buah karya menulis dapat digunakan sebagai bahan penilaian kinerja guru yang kemudian dapat digunakan untuk kenaikan pangkat bagi guru PNS. 
  2. Materi : Motivasi ini berkaitan dengan finansial. Menulis untuk mendapatkan honor atau uang. Motivasi ini dapat dikaitkan dengan motivasi karir tadi jika memilih menjadikan menulis sebagai profesi. Penulis-penulis yang menerbitkan buku-buku laris dapat memperoleh penghasilan dari royalti penjualan bukunya, Penulis artikel surat kabar pun bisa mendapatkan keuntungan finansial walaupun tidak dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan utama.
  3. Politik : Menulis yang ditujukan untuk mencapai tujuan politik tertentu. 
  4. Cinta : Motivasi cinta yang dimaksud di sini adalah menulis karena memang mencintai dunia kepenulisan. Mencintai menulis. Menulis sudah lebih dari sekedar kebutuhan.
Ada di poin berapa motivasi kita? Atau punya motivasi sendiri selain keempat motivasi umum di atas?
Semoga tidak ada yang belum memiliki motivasi ya. Kalaupun belum memiliki motivasi, maka segeralah memiliki motivasi. 


KUNCI KEDUA : Meyakini Bahwa Menulis adalah Anugerah

Mengapa menulis adalah anugerah? 
Sebenarnya lebih tepatnya adalah mau dan mampu menulis adalah anugerah. Mengapa? Banyak orang yang mau menulis tapi tidak mampu melakukannya. Bisa jadi karena kesibukan atau alasan-alasan lainnya. Banyak juga orang yang mampu menulis tapi tidak mau. Memiliki waktu untuk menulis tapi tidak mau menulis. Atau bahkan yang sering juga membuat saya iri, seseorang memiliki "bakat" menulis akan tetapi tidak mau menulis. 

Itulah mengapa menulis adalah anugerah. Jika menulis adalah anugerah, maka layaknya sebuah anugerah maka harus disyukuri. Cara mensyukurinya dengan cara tetap menulis. Seseorang yang sudah lulus S1 harusnya bisa menulis. Apalagi yang sudah S2 bahkan S3. Setidaknya selama kuliah, seorang lulusan S1 telah menulis minimal seribu halaman. Maka seharusnya seorang guru -- yang pastinya sudah lulus S1-- tidak lagi mengalami kesulitan dalam menulis.

Hampir tidak ada kehidupan kuliah tanpa makalah. Jika diasumsikan setiap semester membuat 10 makalah dan masing-masing makalah berjumlah 10 halaman, maka setiap semester seorang mahasiswa minimal telah menulis 100 halaman. Selama delapan semester sudah mengumpulkan 800 halaman tulisan. Ditambah dengan laporan KKN dan skripsi, sudah lebih dari 1000 halaman. Belum lagi kalau ada laporan praktikum, ada pula laporan PPL atau PKL. Apalagi kalau di organisasi.

Jika lulusan S1 bahkan S2 atau S3 masih kesulitan menulis, maka harus dipertanyakan ribuan lembar yang sudah dituliskan. Apakah selama kuliah kita spesialis numpang nama dan bayar fotokopi makalah. Spesialis caplok, kalau bahasa pak Naim spesialis kanibal. Mencaplok tulisan orang, ambil tulisan di sana sini, tempel tempel hingga menjadi seolah tulisan kita. Spesialis dibuatkan orang atau membayar seseorang untuk membuatkan karya tulisan atas nama kita. Atau yang terakhir, spesialis kesimpulan. Spesialis kesimpulan ini hampir sama dengan spesialis caplok tadi, hanya saja agak lebih beradap dengan mencantumkan referensi dan tugasnya adalah membuat kesimpulan.
 
Menulis membuat kita berbeda dari yang lain. Sesederhana apapun hasil tulisan kita, yakinlah akan memberikan kontribusi. Pastikan saja kontribusi yang kita berikan adalah sebuah kontribusi positif. Itulah mengapa, ada etika dalam menulis. Terus menulis, maka dengannya kita akan berbeda. Begitu pesan yang disampaikan oleh pak Naim.


KUNCI KETIGA : Yakini Bahwa Menulis Memberikan Banyak Keajaiban Hidup

Banyak orang yang sudah membuktikan keajaiban konsistensi menulis. Contoh paling terkenal, Raditya Dika. Yaah, walaupun sebenarnya dia bisa dijadikan contoh untuk banyak hal sih. Tapi karirnya berawal dari konsistensinya dalam menulis blog. Tulisan blog yang kemudian dibukukan dan menjadi salah satu buku terlaris di Indonesia.

Di kelas menulis ini pun, contoh yang nyata adalah om Jay. Taglinenya menulislah setiap hari dan buktikanlah apa yang akan terjadi, benar-benar bukan isapan jempol baginya. Setidaknya ada lima keajaiban yang bisa kita lihat dari dua orang hebat di atas.
  1. Mendapatkan materi. Buku-buku yang laris tentu akan mendatangkan royalti yang tak sedikit. 
  2. Sering diundang menjadi pembicara di berbagai forum
  3. Memiliki banyak teman
  4. Bisa membeli berbagai peralatan yang dapat mendukung hidupnya
  5. Tulisan adalah perekam kehidupan yang sangat baik.
Sebuah kutipan yang bagus, saya dapatkan ketika menyimak obrolan warung kopi pak Naim seperti yang saya ceritakan di atas. 
"Keajaiban akan ditemukan pada orang yang konsisten yang menjalani proses"

KUNCI KEEMPAT : Tidak Mudah Menyerah

Banyak orang yang semangat menulisnya naik turun. Salah satu penyakit penulis yang banyak menghinggapi penulis pemula. Jika sedang on fire, nulis berapa banyak pun hayuk saja. Seakan tak akan pernah kehabisan ide. Kalau sedang turun mood menulisnya, nulis satu kalimat saja susahnya minta ampun. Ide seakan lenyap entah kemana. 

Penyakit mood menulis ini sedang menghinggapi saya akhir-akhir ini. Kalau mau mencari alasan pasti ada saja, kesibukan yang bertambah dan semacamnya. Namun, sebenarnya kalau mau memaksakan sebenarnya masih tetap bisa menulis. Paksa, paksa, paksa. Selama mood menulis saya menurun drastis seminggu ini, saya tetap memaksa menulis. Walaupun kemudian berakhir di draft blogger yang kemudian menumpuk minta diselesaikan.

Tak mudah memang mempertahankan mood menulis. Tak mudah pula memaksa diri untuk terus menulis disaat ide mandeg. Tulisan yang dihasilkan saat sedang butek pun rasanya tak memuaskan. Setidaknya bagi saya, yang masih mengidap penyakit "editor" akut. Suka kesel sendiri dengan hasil tulisan sendiri. Bahkan resume inipun sudah dikerjakan beberapa hari dan tak jua rampung. 

Kembali lagi sih memang, harus benar-benar mau memaksakan. Karena penyakit males, jenuh dan mandeg ide ini sebenarnya akan sembuh bila kita terus menulis. Namun, jika kita turuti si penyakit ini maka kita akan benar-benar mandeg menulis. Percayalah menumbuhkan kembali semangat menulis yang terlanjur lama padam itu lebihh sulit. 

Masih saya simak dari obrolan warung kopi tadi, pak Naim menyebutkan jika seseorang bisa produktif jika sudah mencapai level malu ke 3-4. Level malu dalam menulis ini, pak Naim membaginya dalam 4 level.
  1. Level 1 : Malu Menulis. Orang pada level ini, tidak mau menulis. Malu untuk menulis. Jika pada level ini tidak dapat mengatasi rasa malunya, maka selamanya tidak akan pernah bisa menulis. Tidak akan pernah menulis.
  2. Level 2: Malu Tulisannya Dibaca Orang. Orang di level ini sudah mau menulis. Namun, dia malu kalau tulisannya dibaca orang. Saya pernah mengalami ini bertahun-tahun lamanya. Akibatnya apa? Tidak berkembang. Bahkan bisa-bisa turun ke level 1. 
  3. Level 3 : Malu Sudah Mulai Hilang. Orang di level ini, sudah berhasil mengatasi rasa malu di level 2. Nulis ya nulis aja. Mau bagus, mau jelek yang penting nulis. Jika sudah di level ini, maka pertahankan jangan sampai turun ke level 2 lagi. Gunakan kunci kelima dibawah, untuk meningkatkan kualitas tulisan.
  4. Level 4 : Malu Kalau Tidak Menulis. Orang di level ini, seperti apapun kondisinya pasti akan terus menulis. Entah saat mood naik ataupun saat mood turun. Misalnya, sebagai guru malu kalau modul yang diberikan ke siswa hasil kopi sana sini, potong sana sini. Kemudian, si guru berpikir, harus nulis modul ni. Atau bisa juga, si anu yang lebih muda aja sudah nulis banyak buku, masak saya gini-gini aja. Nulis ah. Kurang lebih begitu.
Jika kita sudah dalam level 3 atau 4, harusnya kita sudah produktif menulis. Jangan pernah menyerah. Itu Kunci keempat. Jangan menyerah dengan kemandegan ide. Jangan menyerah dengan rasa malas. Jangan menyerah dengan kejenuhan. Jangan menyerah akan rasa malu. 
Jangan menyerah menyembuhkan penyakit-penyakit menulis. Jangan menyerah menjalani proses. Masih ingat kutipan di kunci ketiga tadi?
"Keajaiban akan ditemukan pada orang yang konsisten menjalani proses"


KUNCI KELIMA : Berjejaring

Berjejaring atau berkomunitas. Sebagai makhluk sosial, sebenarnya manusia akan cenderung untuk berkerumun. Cenderung untuk berkomunitas atau berjejaring. Agar sikap alami kita sebagai manusia juga meningkatkan kualitas serta produktivitas kita dalam menulis meningkat, maka tentu saja kita harus berkomunitas dengan komunitas-komunitas menulis. Bergaul dengan orang-orang yang memiliki visi yang sama. 

Bergaul dengan orang yang bervisi sama akan memberikan suntikan semangat tersendiri. Dilain pihak juga pasti akan meningkatkan kualitas sesuai dengan visi yang diusung. Para bisnismen mereka berkomunitas dengan sesama bisnismen untuk bertukar ilmu dalam rangka pengembangan bisnisnya. Pun penulis, berkomunitas dengan sesama penulis untuk saling berbagi ilmu untuk meningkatkan kualitas kepenulisannya. 

Selain kualitas, tentu saja banyak efek samping positif dari berjejaring ini. Mengenal banyak teman baru. Mengenal pakar-pakar yang biasanya tak akan pernah terbayang akan kita kenal jika kita hanya individual. Mendapatkan ilmu-ilmu yang selalu berkembang. Kelompok pendukung yang masiv. Suntikan semangat. Masukan, kritik, saran bahkan tawaran kolaborasi dengan mereka yang sudah sangat hebat. Tentu lebih banyak lagi sesuatu yang kita dapatkan dari sekedar satu keuntungan satu paragraf ini. Membahagiakan kan?


KUNCI KEENAM : Menulis Sebanyak-Banyaknya

Menulislah sebanyak-banyaknya. Jika perlu ditarget. Misal menggunakan saran om Jay, menulislah setiap hari walaupun hanya tiga paragraf. Teruslah menulis bahkan jika tulisanmu jelek. Jika menulis setiap hari, yakinlah lama kelamaan tulisanmu akan semakin bagus. Begitu pesan Pak Naim.

Benar juga yang dikatakan pak Naim. Jika kita melihat tulisan-tulisan kita yang telah lampau, maka akan kita dapati kalau tulisan kita sangat memalukan mungkin. Acak-acakan mungkin. Alay bin lebay mungkin. Paling mudah dilihat dari mana? Sosial media. Lihatlah tulisan status facebook kita bertahun yang lalu, yakin pasti kita akan malu sendiri. Ternyata saya pernah alay. Ternyata saya pernah lebay. Ternyata saya sangat aneh dan sebagainya.

Saya pernah mencoba membaca kembali tulisan skripsi saya. Skripsi yang dulu ditulis dengan berdarah-darah. Penuh perjuangan. Ternyata saat dibaca saat ini, lucu juga. Saya jadi berpikir, "Ya Allah gini amat tulisan gue dulu". Ya pantas saja, saat kita mengerjakan skripsi dulu, revisi lagi revisi lagi. Mungkin dosbing dulu juga tertawa-tawa membaca tulisan saya. Tulisan yang saat ini kita anggap gini amat, dulu pada masanya kita sangat berjuang menulisnya. Bagi yang nulis ya, hehe.

Jika kita membaca tulisan kita yang lalu dan merasa aneh, artinya kita telah berkembang secara kualitas. Begitu kata pak Naim. Bahkan sekelas pak Naim yang sudah menulis banyak buku, banyak esai, banyak artikel pun pernah merasa geli dengan tulisannya sendiri. Jadi tak apa, itulah proses.


Itu tadi enam kunci produktif menulis. Jika kita mau menyimpulkan sebenarnya bisa saja kesimpulannya hanya beberapa kata.
1. Nulis Aja
2. Nulis Lagi
3. Nulis Terus
4. Nulis Terus lagi dan lagi
5. Terus-Terusan Nulis
Itu kesimpulan yang saya tangkap dari pemaparan materi dari pak Naim. Tentu saja itu adalah kesimpulan versi saya. 

"Ingatlah! Tulisan yang baik itu adalah tulisan yang selesai. Pun buku. Kriteria pertama buku yang baik adalah buku yang selesai ditulis!"

#SalamLiterasi

Ratna Dhevi Fahmiyati
Magelang, 5 Juli 2020


---akhirnya tulisan ini memenuhi kriteria pertama tulisan yang baik. SELESAI. Draft-draft resume materi lalu dan beberapa draft tulisan menanti untuk menjadi tulisan yang baik.
---Jika rasa jenuh mendera tanpa henti. Hanya ada satu kata. LAWAN! Hehe


Terimakasih sudah meluangkan waktu membaca. Share kesan atau bahkan kritikan dan saran di bawah ya. 

Friday, July 3, 2020

Benarkah Menulis Bukan Bakat?

(pict source : islamic.co)

Malam ini saya terombang ambing oleh pernyataan pak Ngainun Naim di kelas belajar menulis. Sebenarnya sederhana saja kalimat-kalimatnya.

"Banyak orang mau menulis, tapi tidak mampu melakukannya"
"Ada pula orang yang mampu menulis, tapi tidak mau melakukannya"
"Mau dan mampu menulis adalah anugerah"

Benar-benar sederhana kalimat, tapi dasarnya otak saya terlalu gemar menyambung-nyambungkan segala sesuatu, maka saya merasa terombang ambing.

Beberapa tulisan ke belakang, saya menuliskan judul "Menulis Bukan Bakat". Menulis adalah sebuah keterampilan yang harus terus menerus di asah. Sedikit banyak saya setuju dengan pernyataan tersebut. Keterampilan apapun jika dilatih terus menerus akan semakin bagus.

Berbicara bakat, selama ini saya percaya, memang ada beberapa orang yang memang dianugerahi bakat. Disisi lain, saya pun percaya orang dengan kemauan keras yang terus melatih keterampilannya pun akan dapat bersaing dengan mereka yang berbakat. Namun, jika orang berbakat berlatih sekeras orang yang "tidak berbakat", akankah orang tak berbakat masih mampu bersaing?

Sama halnya dengan menulis. Semua orang bisa menulis. Sesederhana menulis status di status whatsapp. Namun, apakah semua yang bisa menulis itu berbakat?

Kalimat di awal tulisan ini "menggolongkan" tipe orang dalam menulis menjadi tiga golongan. Golongan mau tapi tak mampu. Golongan mampu tapi tak mau. Golongan mau dan mampu.

Mau : Mau di sini saya artikan ada hasrat. Ada keinginan. 
Mampu : Nah untuk mampu ini saya punya dua definisi. Definisi pertama adalah bisa melakukan. Definisi pertama ini yang sepertinya dimaksud oleh pak Naim. Memiliki waktu untuk menulis misalnya.
Definisi kedua adalah bakat. Mampu adalah bakat atau kemampuan untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas. Definisi kedua dalam otak saya ini yang membuat saya mengalami mind blowing

Sebuah anugerah yang sangat perlu di syukuri, keadaan ketiga. Mau dan mampu. Terlebih jika definisi mampu nya memenuhi dua kriteria definisi di atas. Punya hasrat untuk menulis sekaligus punya bakat dan dapat terus menulis.

Pada akhirnya, deretan pertanyaan-pertanyaan di atas tidak akan pernah ada jawaban memuaskan. Mungkin benar kata orang jawa, urip iku wang sinawang. Hidup itu hanya saling memandang. Padahal apa yang kita pandang sudah pasti tidak keseluruhan. Kita --saya, sepertinya terlalu banyak berasumsi hanya dengan sekilas memandang.

Ah, tentang menulis ini. Bakat atau tidak bakat sepertinya harus tetap di syukuri. Toh dengan menulis ini, ada sesuatu yang bisa didapatkan yang tak bisa didapatkan dalam aktivitas lain. Bahkan mungkin nilainya jauh lebih tinggi dari pada materi ataupun prestasi. 

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah akan tetap berusaha mau dan mampu menulis?


_dhe
Jogja, 3 Juli 2020



* kemudian teringat tumpukan draft di blogger yang semakin hari semakin menumpuk hanya karena pikiran-pikiran ga jelas.

Wednesday, June 24, 2020

DEDI DWITAGAMA DAN DUNIANYA

(pict. source : uiaciels blog)

Dedi Dwitagama, guru matematika dengan segunung prestasi. Jika ingin menuliskan di halaman blog ini mengenai Dedi Dwitagama tentu satu halaman blog ini hanya akan terisi nama dan deretan panjang prestasinya.

Blogger yang sudah mulai ngeblog sejak permulaan era blog ini punya lebih dari satu blog aktif. Sudah lebih dari 4000 tulisannya wara wiri di dunia maya. Mulai dari blogger si pelopor blog hingga wordpress yang semakin mengikuti perkembangan IT. Mulai dari blog pribadi hingga blog keroyokan macam kompasiana. Mulai dari dunianya pendidikan hingga dunia fotografian.

Trainer berbagai macam bidang keilmuan yang masih eksis mentrainer hingga sekarang. Guru yang juga pernah menjadi kepala sekolah bahkan berprestasi. Guru matematika yang gemar menantang menulis anak didiknya. 

Darinya saya belajar. Bahwa setiap manusia berbeda. Ekspektasi pertama saya saat membaca biodatanya wah ini orang gila keren banget. Ekspektasi pertama saya saat mengetahui ribuan artikel karyanya adalah wah artikelnya pasti keren-keren. Mantap susunan bahasanya. Mulus EYD nya. 

Kemudian saya membaca artikel-artikelnya di blog wordpressnya. Woah ekspektasi saya tentang tulisannya hancur seketika. Tanpa kaidah EYD. Tanda baca entah kemana-mana. Bahasa jangan ditanya, tak baku. Tapi ekspektasi saya yang tak berubah, tulisannya keren-keren. Menginspirasi. Mengajak berpikir. 

Beberapa artikel yang saya baca dari blognya adalah artikel-artikel pendek. Tidak menghakimi saat mengomentari sesuatu. Memandang masalah dari berbagai sudut. Mengajak berpikir pembacanya. Membebaskan pembacanya memilih sendiri argumennya. Batin saya, pantas saja beliau menjadi trainer handal berbagai macam bidang.

Dari bapak-bapak humoris ini saya pun belajar. Harus berani berlari agar sejajar dengan perkembangan jaman yang terlalu cepat ini. Jangan pernah mau ketinggalan. Hari ini sedang jaman blog, ngeblog lah. Hari ini sedang jaman vlog, ngevlog lah. Hari ini sedang jaman podcast, ngepodcast lah. Dalam hati saya, pantas bapak ini panjang karir trainernya. Mengapa? Karena tak pernah mau ketinggalan.

Saya pernah mendengarkan podcast beliau. Waktu itu belum banyak materinya. Sekali duduk sudah habis saya dengarkan semua episodenya. Ada yang aneh? Ada, suaranya terlalu kecil. Saya harus menaikkan volume hingga pol. Menarik? Relatif. Bagi saya oke bagi yang lain belum tentu. Yang jelas saya menikmati. Suara pak Dedi empuk, cocok sekali sebagai penyiar podcast.

Apa poinnya? Beliau melakukan aja dulu. Ketika ada ide, lakukan saja dulu. Sama seperti prinsip beliau dalam menulis. Tulis aja dulu. Masalah mandek di tengah jalan ya simpan saja dulu. Kalau sudah selesai tayangkan saja langsung. Tak perlu edit edit. Masalah ada yang baca atau tidak. Selera orang.

Melihat kiprah pak Dedi ini saya jadi teringat Raditya Dika. Karakteristiknya mirip. Mengikuti perkembangan jaman. Menjadi diri sendiri. Humoris. Bahkan trial erornya pun mirip. Radit itu melakukan apa yang sudah dilakukan orang di luar negeri sana yang disini belum dilakukan. Masalah nanti akan boom atau tidak gimana nanti. Pak Dedi pun sama, lakukan aja dulu. Masalah nanti boom atau tidak gimana nanti.

Prinsip yang sama diterapkan Pak Dedy dalam kiprah traningnya. Kalau diminta ngetrainer, okein aja dulu. Masalah nanti ada fee atau tidaknya gimana nanti. Nanti juga dapat, kalau ga yang disini ya yang disana. Dari sini saya belajar lagi, bukan uang yang utama dikejar oleh beliau. Jika boleh saya berprasangka, sepertinya beliau ngajar, ngetraining, ngeblog, ngeyoutube, ngepodcast pun bukan uang tujuan utamanya. 

Kok resumenya kaya numpahin unek-unek gitu. Ya namanya juga nulis, nulis kan numpahin unek-unek. Unek-uneknya seperti apa kan bebas. 

Tapi ini malah kaya ngomentarin. Ya memang sedang ngomentarin. Namanya juga nulis. Boleh kok nulis argumen. Komentar kan argumen.

Tapi kan dimintanya resume. Lha ini apa namanya kalau bukan resume. Karena bagi saya resume kuliah adalah apa-apa yang saya dapat belajar dari pematerinya. Itu tadi dari awal sampai akhir semua pelajaran yang saya dapat hari ini. Semoga tak ada yang terlewat. Karena resume ini bakal dipelajari lagi nanti kalau pas lupa materi.


#salamhangat
#salamliterasi

Jogja, 24 Juni 2020
Ratna Dhevi F.


Biodata Pak Dedi
http://dedidwitagama.wordpress.com/about

Berikut Daftar Blog Pak Dedi

https://fotodedi.wordpress.com

https://dedidwitagama.wordpress.com

http://dwitagama.blogspot.com

http://trainerkita.wordpress.com

https://www.kompasiana.com/dwitagama

Laman Youtube dan Podcast
https://www.youtube.com/user/dwitagama

https://anchor.fm/dwitagama



Aku dan Mereka


(pict. source : jurusanku.com)

Apa yang kau rasakan saat kau merasa dirimu terlalu berbeda dengan orang lain? Seolah kau makhluk paling aneh di muka bumi ini.

Apa yang akan kau lakukan saat mereka melakukan sesuatu yang tak sesuai standarmu? Kemudian kamu merasa geregetan dan kadang kesal sendiri. Ih kok gitu sih.

Apa kau sering menemukan dirimu membandingkan dirimu sendiri dengan orang lain? Lalu kau merasa minder atau sebaliknya bergumam dalam hati "gini doang"?

Dan apakah kau pernah, berekspektasi liar biasa kemudian menemukan yang kau ekspektasikan diluar ekspektasimu? Sehingga kau bertanya-tanya, loh kok gini ga gitu. 

Ah benar kata orang, jangan letakkan standarmu pada orang lain. Pun sebaliknya jangan letakkan standar orang lain pada standarmu. Tak akan pernah nyambung.

Rupanya benar kata orang bijak. Banggalah menjadi dirimu sendiri. Apa adanya dirimu. Jangan bandingkan dengan orang lain. Tak akan pernah sebanding.

Tak apa jika dirimu berbeda. Tak apa jika standarmu berbeda. Tak apa jika maumu lebih "tinggi". Tak apa pula saat inginmu lebih "rendah".

Aku dan mereka. Jika terus menerus membandingkan kenapa aku begini mereka begitu. Jika terus bertanya apa standarku berlebihan sedangkan mereka seolah seragam menentukan standar. Jika terus berekpektasi pada manusia-manusia. Berhenti.

Ya berhenti. Mengenal kata menjadi diri sendiri. Mengenal kalimat standarmu bukan standar orang lain. Sangat mudah kedengarannya. Tapi acap kali dilanggar diri sendiri.

Standar tinggimu bisa jadi bagi orang lain standarmu terlalu rendah. Standar rendahmu belum tentu standar rendah pula bagi orang lain. Berhenti membandingkan. 

Kamu punya style sendiri. Mereka pun begitu. Kamu punya standar sendiri. Meraka juga sama. Kamu punya gaya sendiri. Mereka juga punya gayanya sendiri.

Kamu merasa berbeda? Yasudah. Itu dirimu. Tinggal berkaca. Mana yang salah. Mana yang harus diperbaiki. Mana yang harus dipertahankan. 

Kamu sendiri berbeda? Yasudah. Kamu hanya punya style yang tak sama dengan kebanyakan. Kamu hanya punya standar yang tak serupa dengan yang lain.

Bukankah kamu pernah belajar sains. Sebuah teori yang sangat masyhur. Milik orang yang terlalu berbeda dengan kebanyakan. Robert Einstein. Ingatlah! Semua itu hanya relativitas.

Standarmu. Prinsipmu. Gayamu. Baik buruk karyamu. Semua hanya relativitas.

Bukankah jika dunia ini seragam segalanya menjadi tak seru lagi. Kamu sama dengannya. Gayamu sama dengannya. Prinsipmu sama dengannya. Semua sama dengannya. Dengan mereka.

Bukankah akan menjenuhkan jika semua orang memiliki pemikiran yang sama. Memiliki ekspektasi yang sama. Memiliki ukuran yang sama. 

Mahatma Gandhi. Pemimpin yang berbeda dari pemimpin kebanyakan. Barack Obama. Presiden Amerika paling berbeda dari presiden Amerika lainnya. 

Sheila on 7. Genre bandnya paling berbeda di masa awal debutnya. Dewa 19. Lirik-lirik lagunya paling berbeda dari lirik-lirik lagu bertema serupa. 

Setiap orang punya uniknya sendiri. Setiap orang punya khasnya sendiri. Hanya saja mau mengembangkan unik dan khasnya tidak. Atau malah berusaha serupa. Tentu tak nyaman.

Sudahlah. Teori kebedaanmu sudah banyak. Berapa banyak yang sudah kau terapkan. Terima saja kau dan mereka berbeda. Terima saja kau dan mereka punya cara yang tak sama. 

Wahai kamu yang adalah aku. Tak apa menjadi berbeda. Tegaklah. Tak apa memiliki standar yang berbeda. Konsistenlah. Tak apa menjadi dirimu yang apa adanya. Bahagialah.



Jogja, 24 Juni 2020
~dhe

Tuesday, June 23, 2020

MANFAAT MEMBANGUN PERSONAL BRANDING MELALUI TULISAN

(pict. source : shesaboss.org)

Malam ini saya sangat bersemangat untuk blog walking. Membaca tulisan-tulisan blogger di blognya masing-masing. Apa pasal? Tak lain tak bukan karena tugas dadakan dari pak Agus Sampurno, narasumber kelas menulis malam ini.

Mengawali kuliah daring, pak Agus mengajak peserta untuk mengerjakan kuis melalui quizizz. Hanya ada sekitar 10 pertanyaan kalau saya tidak salah ingat. Gemesnya, sinyal malam ini agak kurang bersahabat dengan saya. Empat puluh menit berlalu sejak dibagikannya link dan id game, baru saya dapat mengerjakan.

Tak berhenti pada games. Kejutan pak Agus berlanjut dengan memberikan tugas menulis dengan judul yang diberikan pak Agus. Judul yang dibuat pak Agus diambil berdasarkan analisis jawaban kami para siswa saat main game tadi. Tak pelak, adrenalin para siswa langsung tersulut. 

Tadinya, pak Agus sepertinya akan memberikan setiap siswa judul masing-masing. Ini prasangka baik saya sih. Akan tetapi ternyata pak Agus masih di jalan dan sedang menyetir mobil. Akhirnya kami yang belum mendapat judul, diminta menulis menggunakan judul yang sudah ada. Kami diminta memilih judul yang paling sesuai dengan karakter kami.

Ketentuan menulisnya sederhana saja. Hanya menulis artikel sepanjang 150-300 kata. Di unggah di blog masing-masing. Menggunakan tema atau judul yang sudah diberikan sesuai karakter masing-masing. Langsung diunggah malam ini juga. 

Jika kami biasanya membuat resume dari pemaparan materi narasumber, malam ini berbeda. Pak Agus tidak memaparkan materi banyak. Langsung tanpa basa basi tugas membuat artikel. Ini yang membuat saya semangat sekali blog walking. Karena walaupun temanya sama, judulnya mungkin sama, isinya pasti berbeda. 

Saya sebenarnya bertanya-tanya. Saat mengerjakan kuis saya yakin tema malam ini adalah mengenai personal branding. Lalu kira-kira untuk apa pak Agus memberikan tugas menulis dengan tema yang beliau berikan. Nah, di akhir nanti saya menemukan jawabannya. Sebelum itu, mari kita belajar dulu apa itu personal branding.

Pengertian Personal Branding
Ilham Mubarok menuliskan dalam niagahoster.co.id bahwa personal branding adalah cara mempromosikan diri beserta capaian karir juga keahlian yang dimiliki. Semua orang membutuhkan personal branding. Bukan hanya pelaku bisnis, guru pun membutuhkan personal branding. Personal branding positif yang kuat akan mendatangkan kepercayaan.

Nah sedangkan menurut Agus Sampurno yang dituliskan oleh Theresia Sri Rahayu dalam blognya cikgutere.com, personal branding adalah bagaimana kita membangun dan mempromosikan apa yang kita perjuangkan. Melalui kesimpulan kelas malam ini, pak Agus juga menekankan bahwa personal branding adalah aspek dimana kita dikenal karena hal yang menjadi fokus kita.

Branding erat kaitannya dengan pembeda. Apa yang membedakan kita dengan orang lain terutama orang lain dengan profesi atau minat sejenis. Lebih lanjut, personal branding merupakan kombinasi unik antara keterampilan yang kita miliki dan pengalaman yang membuat kita menjadi seseorang yang saat ini. Itulah mengapa personal branding dapat membedakan kita dengan orang yang memiliki keterampilan yang sama. Tentu karena pengalaman setiap orang berbeda-beda.
(pict. source : pinterest)

Manfaat personal Branding
Masih bersumber pada tulisan Ilham Mubarok. Membangun personal branding penting agar memudahkan orang mengenali kita. Personal branding yang baik membuat kita mudah dikenali baik secara personal maupun profesional. 

Di era digital ini, personal branding menjadi semakin penting. Bahkan perusahaan yang sedang mencari karyawan sekarang cenderung untuk melihat jejak digital paracalon karyawannya. Tujuannya jelas, untuk mengetahui keterampilan, prestasi, karir dan tentu personal. 

Pak Agus Sampurno dalam blognya gurukreatif.wordpress.com juga mengamini hal ini. Memperkenalkan diri melalui kartu nama sudah lewat masanya. Saatnya memperkenalkan diri melalui jejak digital.

Menulis dan Personal Branding
Mengapa harus menulis? Dalam kaitannya dengan personal branding tulisan di media sosial atau blog tentu akan menjadi jejak digital kita. Tulisan kita akan menjadi resume bahkan identitas siapa kita. Mengapa tulisan kita harus di unggah di media sosial? Ya tentu agar orang lain tahu. 

Menulis adalah kegiatan mudah tapi penuh tantangan. Mudah kalau mau nekat memulai, menulis apa saja. Penuh tantangan karena tidak semua orang mau menerima tantangan untuk nekat menulis ini. Juga penuh tantangan karena rasa malas dan rasa-rasa yang lain.

Sebagai guru, menurut pak Agus, menulis berarti menata kata dan pikiran. Jika sebagai guru masih sering belibet, tidak runut, berputar-putar saat mengajar di kelas, maka kemungkinan besar bahwa guru yang bersangkutan kurang menulis.

Jika anda guru tanpa menulis hanya akan menjadi guru biasa yang mencari penghasilan. Dengan menulis "kelas" anda sebagai guru akan naik menjadi guru kreatif dan inspiratif bagi orang lain yang membaca tulisan anda.
-Agus Sampurno-


Membangun Personal Branding Melalui Tulisan
Bagaimana membangun personal branding melalui tulisan? Langkah pertamanya adalah temukan tema atau topik yang kita sukai. Apakah harus tema yang kita sukai? Sebenarnya tidak, tapi bukankah jika kita menggeluti apa yang kita sukai akan lebih nyaman dan senang menjalaninya.

Langkah kedua, gali tema tersebut terus menerus. Belajar dan terus belajar mengenai tema yang sudah kita pilih. Hal penting yang harus dilakukan dalam proses belajar ini adalah harus ngotot. Tidak perlu menjadi ahli terlebih dahulu untuk membranding diri kita. Kita hanya perlu menjadi orang paling ngotot dalam belajar dan mendalami apa yang kita suka.

Kemudian yang ketiga, kabarkan kepada dunia apa hasil belajar kita. Kabarkan apapun itu hasil belajar kita. Entah itu berhasil ataupun gagal. Dengan berbagi kita telah menebar manfaat walau berasal dari kegagalan kita. Karena dari kegagalan, orang bisa belajar. Bisa mengambil hikmah. 

Sekarang masalahnya adalah bagaimana agar orang mau dengan sukarela membaca tulisan kita. Tentunya agar semakin banyak orang yang mendapatkan manfaat. Kuncinya ada di judul. Judul-judul yang diberikan pak Agus di awal kuliah seperti yang saya ceritakan di atas, mengandung kata-kata ajaib. 

Resep, mudah, cara, sukses, tips, manfaat, baru. Gunakan salah satu atau kombinasi dua dari kata tersebut dalam menuliskan judul. Mengapa memilih kata-kata tersebut? Karena secara alamiah orang akan cenderung tertarik dengan kata-kata tersebut. 

Dalam menulis aspek judul harus diutamakan. Artinya harus dipertimbangkan dengan seksama. Karena melalui judul orang bisa penasaran sehingga tertarik dan dengan sukarela akan membaca. Judul juga akan membuat penulisnya memiliki personal branding.


Terjawab sudah pertanyaan saya di awal kuliah malam ini. Untuk apa kami diberi tugas menulis singkat menggunakan judul-judul tadi. Rupanya pak Agus ingin kami mengenal diri kami melalui pertanyaan-pertanyaan kuis. Kemudian membangun personal branding kami menggunakan kelebihan dan pengalaman kami melalui tulisan. 

Beliau mengajarkan bagaimana memulai langkah membangun personal branding melalui tulisan. Yaitu dengan memberikan contoh judul. Saya sendiri memilih menggunakan judul saya sendiri, bukan judul yag diberikan oleh pak Agus. Toh pak Agus membebaskan kepada kami, mengenai judul yang akan kami angkat dalam tulisan. Resepnya hanya satu, gunakan kata-kata ajaib tadi.


#salamliterasi

Magelang, 23 Juni 2020
00.48 WIB

Ratna Dhevi F.


Ini adalah link artikel tugas saya, dibaca juga ya ;)
Daftar Pustaka

Mubarok, Ilham. 2019. Buat Personal Branding yang Kuat dalam 7 Langkah. 

Sampurno, Agus. 2020. Menulis dan Personal Branding. 

Sri Rahayu, Theresia. 2020. Personal Branding, Memang Penting.

Monday, June 22, 2020

3 RESEP SUKSES MEMBANGKITKAN MINAT BELAJAR SAINS SISWA

(Pict. Source : www.cleanpng.com)

Membangkitkan minat belajar siswa memang gurih-gurih sedep ya. Apalagi untuk matapelajaran sains yang biasanya selalu menjadi "momok" untuk siswa. Image guru sains killer bin galak agaknya masih melekat erat juga hingga sekarang. Semoga ini menjadikan saya dan para guru sains yang lain semakin bersemangat untuk memperbaiki diri. Sehingga matapelajaran sains, semakin dicintai siswa.

Image bahwa matapelajaran sains itu sulit, juga belum bisa lepas dari para siswa. Apalagi jika ditambah dengan cara mengajjar yang monoton. Selama dua tahun ini saya melakukan trial eror di kelas kelas saya. Setidaknya hanya untuk membuat siswa tertarik dulu dengan pelajaran yang saya ampu. Nah tiga jurus ini adalah trial yang tak pernah gagal sepanjang pengalaman saya yang masih seumur jagung.

Bagaimana agar siswa tertarik? Kuncinya ada di lima belas menit pertama, lima belas menit di tengah dan lima belas menit di akhir. Gunakan 3 resep di bawah ini untuk 3 lima belas menit tadi. 

1. Praktik atau Demonstrasi
Ada sebuah kalimat yang selalu saya ingat sampai sekarang. Kalimat yang dilontarkan pak Uga Patria seorang instruktur praktikum kimia terapan. "Menjadi guru kimia itu jangan hanya bicara omong kosong". 

Apa maksudnya omong kosong? Tidak hanya kimia saja, fisika dan biologi pun menurut saya kalimat ini relevan. Matapelajaran sains, sangat dekat dengan pembuktian. Sebelum kita bicara "omong kosong" teori kita buktikan dulu apa yang akan dipelajari hari itu. 

Sepanjang pengalaman saya yang seumur jagung ini, kegiatan praktik atau demonstrasi tidak pernah gagal menarik minat siswa. Apalagi jika dibawakan dengan apik. Bersemangat. Menggali Rasa ingin tahu siswa. Gunakan lima belas menit awal untuk kegiatan apersepsi yang berkesan, itu resep pertama.

2. Ice Breaking
Siswa jenuh di tengah pembelajaran. Sangat wajar. Menurut penelitian, anak usia SMP-SMA memiliki konsentrasi penuh di tiga puluh menit pertama dan tiga puluh menit terakhir jika pembelajaran dikelola dengan baik. Jika digambarkan dengan kurva, akan membentuk kurva U dengan sumbu X waktu. 

Sangat penting untuk mengangkat kembali mood anak di waktu bagian landai kurva. Bagaimana caranya? Benar. Gunakan ice breaking menarik dan berbeda di setiap pertemuan. Usahakan yang menggunakan sedikit gerakan agar badan terstimulus kembali.

Ice breaking penting dilakukan. Apalagi untuk siswa yang sudah belajar sepanjang hari dengan matapelajaran beragam. Itulah mengapa, bimbingan belajar biasanya akan menyisipkan ice breaking di setiap sesinya. Gunakan resep kedua di lima belas menit di pertengahan pembelajaran. 

3. Bermain Sambil Belajar
Apa jadinya jika di akhir pembelajaran, yang mana otak anak sudah kebul-kebul dan guru memberikan postest sebagai evaluasi. Semakin kebul-kebul dong ya.

Jaman milenial yang lekat dengan teknologi tentu memberikan angin segar pula dalam dunia perevaluasian. Gamifaction. Yap, belajar dan mengevaluasi hasil belajar menggunakan game. Banyak game yang bisa kita gunakan. Game yang paling sering saya gunakan adalah Kahoot dan Quizzizz.

Percayalah, mengerjakan soal dengan ala mabar membuat siswa jauh lebih antusias. Oya, bilang ke anak-anaknya "ayo gais mabar" bukan "ayo postest". Hehe. Resep terakhir untuk solusi penutup epik pembelajaran. 


Maksimalkan lima belas menit pertama, lima belas menit di tengah dan lima belas menit di akhir. untuk menarik minat siswa di kelas kita. Selamat mencoba. 

Apakah pembaca Petrichor Story memiliki resep jitu lainnya? Share di kolom komentar ya. 
Berbagi tidak pernah rugi kan, hehehe.


#salamliterasi

Magelang, 22 Juni 2020
Ratna Dhevi F.

Sunday, June 21, 2020

5 RAGAM TULISAN NON FIKSI, MUDAH DAN CEPAT

Menulis non fiksi
(Pict. source : freepik)

Jika kamu bukan anak seorang raja, juga bukan anak seorang ulama besar, maka menulislah.


Begitu pesan Imam Al Ghazali. Benar saja, sang imam yang anak seorang penenun bulu menjadi seorang ilmuan yang juga penulis terkenal. Karyanya fenomenalnya, Ihya Ulumuddin hingga sekarang masih menjadi referensi ilmiah dan terus di cetak ulang. Bahkan, bagi pembaca Petrichor Story yang muslim, Rasulallah menganjurkan untuk menulis, seperti yang disebutkan dalam sebuah hadist "Ikatlah ilmu dengan tulisan". Hal ini menunjukkan betapa menulis adalah sebuah kegiatan yang sangat penting. Sebuah pengetahuan jika tidak dituliskan lama-kelamaan akan hilang, akan tetapi tulisan tak lekang oleh jaman seperti karya Imam Al Ghazali di atas.

Ada banyak jenis tulisan yang dikenal dalam dunia tulis menulis. Dari sekian banyak jenis tulisan tersebut dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu tulisan fiksi dan tulisan non fiksi. Menurut KBBI fiksi adalah cerita rekaan, kayalan, tidak berdasarkan kenyataa, pernyataan yang berdasarkan khayalan atau pikiran. Sedangkan Non Fiksi menurut KBBI adalah yang tidak berupa fiksi tapi berdasarkan fakta atau kenyataan. Dalam tulisan ini kita akan membahas mengenai karya tulisan non fiksi.

Kelas belajar menulis bersama om Jay tadi malam mendatangkan narasumber seorang Content Writer sekaligus editor handal. Ibu Siska Distiana, ibu dari dua orang anak berasal dari Klaten dan berdomisili di Bogor ini akan membagikan ilmu menganai ragam tulisan non fiksi. Yuk mari disimak uraiannya.

Pengertian Non Fiksi

Pengertian non fiksi berdasarkan KBBI telah di uraikan di atas. Menurut Nurdiyanto, karya non fiksi adalah karya sastra atau tulisan yang ditulis berdasarkan kajian keilmuan atau pengalaman. Sedangkan menurut bu Siska tulisan non fiksi adalah karya informatif dimana penulis bertanggung jawab penuh atas kebenaran atau akurasi informasi yang disajikannya. Mengapa bertanggung jawab penuh, karena sebagai penulisnya sudah seharusnya jika si penulis yang paling mengetahui tentang tulisannya.

Ragam Tulisan Non Fiksi

Ragam atau jenis tulisan non fiksi ini sebenarnya sangat banyak. Mulai dari buku teks, ensiklopedia, kamus, hingga buku-buku karya ilmiah. Tulisan-tulisan dengan konten "berat" membutuhkan waktu lebih untuk riset juga penyusunannya.

Di sini kita akan membahas ragam tulisan non fiksi yang penulisannya relatif mudah dan tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama dalam penulisannya. Tulisan non fiksi yang ringan bisa disusun menggunakan gaya bahasa populer sehingga lebih renyah untuk dibaca. Apa saja ragam tulisan non fiksi yang ringan ini, berikut ulasannya.

1. Berita

Berita menurut KBBI adaah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa hangat. Secara garis besar teknis penulisan berita ada dua macam yaitu Hard News dan Feature.

a. Hard News

Hard News adalah berita yang tidak bertele-tele. Dituliskan dengan cepat, lugas, singkat, langsung dan apa adanya. Hard news ini yang biasanya kita kenal sebagai "berita". Penulisan berita jenis hard news atau straight news memiliki pedoman-pedoman penulisan khusus, diantaranya adalah

  • Lengkap. Memenuhi informasi 5W + 1H. Who siapa, What apa, Where dimana, When kapan, Why mengapa dan How bagaimana suatu peristiwa tersebut terjadi.
  • Cepat dan aktual : berita yang disajikan adalah sebuah peristiwa yang benar-benar terjadi, hangat atau baru saja terjadi dan sedang menjadi pembicaraan orang. 
  • Akurasi Tinggi atau Faktual : sesuai dengan apa yang terjadi, mengandung kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan. Contoh hard news : 1) Reportase kebakaran gedung bersejarah ; 2) Reportase : Mantan Presiden Indonesia ke-3, BJ. Habibie meninggal dunia.
b. Feature 

Bahasa mudah untuk menyebut feature adalah berita ringan. Biasanya dalam bentuk artikel kreatif atau artikel populer. Selain memberikan informasi, feature juga ditujukan untuk menghibur pembacanya. Sehingga gaya penulisannya pun lebih santai, terkadang dituliskan dengan cara bercerita.

Feature biasanya digunakan untuk melengkapi informasi berita utama. Bisa juga mengulas hal-hal yang kecil yang luput dalam hard news. Sifatnya lebih awet daripada hard news. Menulis berita feature tidak harus berpatokan pada ruus 5W+1H. Penulisannya pun dibuat semenarik mungkin agar orang mau membaca dari awal hingga akhir.

Contoh feature : 1) sejarah gedung yang terbakar atau cerita mistis di balik gedung bersejarah yang terbakar. ; 2) Mengenang BJ. Habibie : Insinyur Jenius Mantan Presiden RI ke-3.

2. Essay

Essay adalah karangan prosa yang membahas masalah sepintas lalu dari sudut pandang penulis. Essay lebih populer dengan sebutan opini. Penulis opini biasanya akan mengangkat satu topik kemudian membahasnya secara mendalam dan mendetail. Penulis boleh saja mengemukakan pendapat pribadinya yang biasanya juga didukung oleh data-data penelitian. Penulis essay juga bisa memberikan solusi atas permasalahan yang sedang dibahas.

Contoh opini yang pernah ditulis bu Siska : Stop jadi ortu egois !! 
Mampir juga ke tulisan saya beberapa tahun lalu di kompasiana gara-gara ikut blog competition dengan tema merencanakan pendidikan anak. Juga tulisan saya beberapa minggu yang lalu saat Harkitnas. Klik tulisan berwarna biru untuk bertandang.

3. Catatan Perjalanan

Catatan perjalanan biasanya menceritakan tentang proses sebuah perjalanan. Entah itu berupa deskripsi perjalanan mendetail seperti yang biasa ditulis para travel blogger ketika menulis itenerary perjalanan. Menceritakan kejadian-kejadian unik atau inspiratif yang ditemui dalam perjalanan. Mengulas budaya daerah yang sedang dikunjungi. Bahkan mengulas makanan-makanan khasnya pun bisa termasuk ke dalam catatan perjalanan.

Catatan perjalanan pun bukan harus berupa catatan jalan-jalan. Cerita mengenai perjalanan hidup, perjalanan karir pun termasuk ke dalam catatan perjalanan. Perjalanan hidup yang membawa hidup kita maju dan lebih baik, itupun catatan perjalanan.

Catatan perjalanan menurut saya adalah jenis tulisan yang sebenarnya relatif mudah untuk di tulis karena basisnya adalah pengalaman pribadi. Cara penulisannya pun tidak ada patokan bakunya, bisa menulis suka-suka. Masalah utamanya, kalau saya, adalah rasa malas untuk menuliskannya. Padahal kalau diingat-ingat sayang sekali jika sebuah perjalanan tidak dituliskan. Ketika sudah lewat masanya, sudah banyak yang lupa. Tulisan dapat menjadi dokumentasi paling oke untuk mengenang perjalanan kita.

Ini adalah beberapa contoh catatan perjalanan yang diberikan oleh bu Siska.
a. Tulisan jalan-jalan : Arigato Tokyo oleh Dewi Puspitasari
 b. Ulasan museum dan cerita sejarah : Mengintip sejarah budaya batak di TB Silalahi Center Balige Tobasa oleh Paulus Risang dalam hipwee. 

 Mampir juga ke tulisan saya mengenai pewarisan budaya tari saman dari suku Gayo di Kabupaten Gayo Lues. Saat itu saya berkesempatan satu tahun tinggal di Gayo Lues. Sepertinya tulisan ini masuk ke catatan perjalanan, walau tadinya maunya nulis feature. Negeri Seribu Bukit, Penjaga Gerbang Tradisi Kalau di petrichor story, catatan perjalanan saya beri tanda Life Story

 4. Artikel Informatif
Artikel informatif ini mirip-mirip dengan berita yang dituliskan dengan cara feature. Bahkan banyak laman membaca daring mencantumkan artikel informatif dengan tag artikel feature. Seperti namanya, artikel informatif ini benar-benar berisi informasi. Jenis artikel ini banyak ditulis di blog-blog. Bentuknya macam-macam, ada tutorial, ada review produk, manfaat sesuatu dan masih banyak lagi yang sifatnya informasi.

Misalnya, kita ingin membeli smartphone dan ingin tahu spesifikasinya, kelemahan dan juga keunggulannya. Jika kita mencari di google menggunakan kata kunci "spesifikasi smartphone A" akan banyak artikel yang memuat informasi yang kita butuhkan.

Berikut contoh artikel informatif yang saya ambil dari kompas.com mengenai review salah satu produk smartphone yang sedang digandrungi beberapa bulan ke belakang. Silakan klik di tulisan kompas.com berwarna biru. Dahulu sekali saya pernah menulis mengenai obat BB tradisional, sepertinya termasuk artikel informatif juga. Silakan mampir juga ya.

5. Karya Best Practice

Karya best practice ini lebih banyak terkenal di dunia pendidikan, walau sebenarnya saya sendiri baru tahu tentang best practice baru-baru ini gara-gara mengikuti kelas menulis ini. Kemana saja ya saya, mengikuti seminar dan kelas menulis ini seperti baru saja keluar dari goa. Baiklah, tulisan best practice ini bercerita mengenai pengalaman terbaik atas suatu permasalahan. Bisa jadi lesson study bahkan bisa digunakan sebagai masukan kepada pemeritah jika bisa dikemas dengan baik dan mendapat jalan yang sesuai.

Sayangnya, karya best practice ini lebih sering dituliskan dalam bentuk tulisan ilmiah sehingga kurang nyaman untuk dinikmati. Karya best practice ini sangat bisa dijadikan artikel feature agar lebih renyah untuk dibaca. Bahkan bisa juga dijadikan buku, seperti yang pernah saya bahas dalam tulisan saya Trik Menerbitkan Buku dari PTK sebuah tips dari ibu Heti yang juga seorang editor.

Nah, itu tadi lima jenis atau ragam tulisan non fiksi yang bisa dengan mudah dan cepat kita tulis. Kelimanya adalah sebuah jenis tulisan yang dapat kita tulis berdasarkan pengalaman kita sendiri. Jadi tunggu apa lagi, yuk menulis. Pembaca petrichor story mau nulis apa duluan ni?

#salamliterasi

Magelang, 21 Juni 2020
Ratna Dhevi F.

Wednesday, June 17, 2020

TIPS MENULIS RESUME KULIAH RASA ARTIKEL MEWAH

(pict. source : cikgutere.com)

Membuat resume ini memang gampang-gampang susah. Sejak SMP pasti ada saja guru yang meminta kita untuk membuat resume atas suatu materi tertentu. Membuat resume ini sebenarnya teknik yang cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan menemukan ide pokok dalam suatu materi atau tulisan. Juga teknik yang cukup efektif untuk memahami materi. Masalah yang sering terjadi, resume disusun bukan dengan meresume akan tetapi menyalin. 

Memang benar, dalam menyusun sebuah resume kita sebagai penulis resume tidak boleh menambahkan opini kita apalagi jika opini kita bertentangan dengan isi materi. Namun, bukan berarti kita lantas menyalin saja tanpa ada modifikasi. Gorys Keraf dalam bukunya "Komposisi" memberikan beberapa panduan menulis resume, salah satunya mengadakan reproduksi. Bahasa mudahnya menuliskan kembali ide pokok dengan bahasa sendiri. 

Kelas menulis "Belajar menulis bersama om Jay" malam ini menampilkan ibu guru Tere sebagai narasumber. Sebelumnya beliau juga mengikuti kelas menulis ini di gelombang-gelombang awal. Ibu Tere yang mengajar di SDN Waihibut, Sumba Tengah, NTT ini adalah salah satu peserta kelas menulis yang berprestasi. Tugas resume yang beliau tulis sering mendapatkan penghargaan, Resume tercepat, resume terbaik dan resume paling inspiratif. 

Begitu mempelajari biografinya, rupanya ibu Tere ini memang sebelumnya juga memiliki segudang prestasi. Sesuai motivasi menulis yang selalu dipegang bu Tere, berbagi dan berprestasi, melalui tulisan-tulisannya beliau membagikan banyak hal menginspirasi juga menorehkan prestasi. Tulisan-tulisan bu Tere baik di laman blognya maupun di laman facebook pribadinya sarat akan berbagi ilmu. Prestasinya jangan ditanya lagi, amat banyak. Apa saja best achievment yang pernah diraih bu Tere bisa di simak di biografi beliau.

Sebagai pemegang piala penulis resume terbaik, malam ini bu Tere di dampuk untuk membagikan tips menulis resume. Lebih khusus lagi tips menulis resume untuk kebutuhan blog yang mana sebuah tulisan diunggah dengan tujuan agar lebih banyak pembaca. 

Menulis Resume Pertama
Ibu Tere yang juga dipanggil dengan cikgu Tere, bercerita jika saat pertama kali harus menulis resume dari kuliah daring melalui WA Grup ini merasa kebingungan. Namun, tidak membiarkan kebingungan itu berlanjut, seperti motto hidupnya belajar, belajar, dan belajar, cikgu Tere belajar menulis resume dengan mencari tahu bagaimana tips dan trik menulis resume yang baik. 

Awal menulis resume, bu Tere masih mengimitasi gaya resume orang lain. Namun, beliau merasa tidak nyaman dan kaku menulis dengan mengikuti cara orang lain menulis. Seperti saran om Jay yang juga selalu disarankan kepada kami, beliau melakukan blog walking. Berkunjung ke blog-blog untuk membaca tulisan-tulisan orang lain. Lambat laun beliau menemukan gaya menulisnya sendiri sehingga menjadikannya nyaman dan percaya diri untuk membagikan tulisannya.

Sebagai seorang blogger pemula, sangat wajar jika statistik pengunjung mampu menjadi suntikan semangat dalam menulis. Pun begitu yang terjadi kepada bu Tere. Beliau juga sangat senang jika banyak yang berkunjung ke blognya. Memberikan komentar di setiap tulisannya. Bahkan beliau sempat memasang widget statistik guna memantau jumlah pengunjung blognya. Persis seperti yang saya alami sebagai blogger pemula. 

Menulis Resume Sepenuh Hati Memetik Prestasi
Suatu saat, dikelas menulis angkatan beliau diberikan tantangan oleh narasumber saat itu, Ibu Lilis guru cantik dari NTT, untuk menulis resume dengan cepat. Peresume tercepat akan mendapatkan hadiah buku dari bu Lilis. Bu Tere menjawab tantangan tersebut dengan sangat epic ditengah listrik padam. Perjuangannya tidak sia-sia, karya resumenya menjadi salah satu resume tercepat dan juga disukai oleh bu Lilis. Hadiah buku pun jatuh ke tangan bu Tere.

Pengalaman tersebut ternyata mampu melecut semangat bu Tere untuk terus menulis. Menambah motivasi menulisnya untuk berprestasi. Atas tekatdnya tersebut, beliau benar-benar menorehkan prestasi dalam kepenulisan resume kuliah ini. Berikut ini adalah prestasi yang di raih bu Tere selama kuliah WA.
  1. Resume tercepat
  2. Resume terbaik
  3. Tulisan terbaik dan inspiratif
  4. Penghargaan Blogger Inspiratif
Tidak berhenti disitu, dengan konsisten menulis setiap hari dan tentunya tidak asal menulis, bu Tere berhasil menerbitkan buku bersama Prof. Eko Indrajit melalui penerbit mayor Andi. Beliau mengatakan jika buku yang berhasil tembus penerbit tersebut merupakan suatu keajaiban. Buku berjudul "Belajar Semudah Klik, Membangung Ekosistem Ubiquitous Learning dalam Konsep Merdeka Belajar" merupakan hasil menulis tujuh hari tantangan dari Prof. Eko. 

Jika membaca proses penulisan buku Belajar Semudah Klik dalam blognya, patutlah buku karya bu Tere ini layak terbit di penerbit mayor. Segera setelah tantangan dilontarkan, beliau langsung mengirimkan outline buku kepada Prof. Eko. Bahkan kemudian, Prof. Eko langsung menantangnya untuk menyelesaikan Bab I keesokan harinya. Tantangan menulis buku dalam tujuh hari pun di jawab dengan tuntas oleh bu Tere. Bahkan ketika target menulisnya ditambah, beliau tak patah arang walau sempat mengatakan kalau beliau pesimis. Menulislah setiap hari dan buktikan keajaiban apa yang akan terjadi. Kalimat tersebut sangat nyata bagi bu Tere.

Menulis Resume Kuliah Rasa Artikel Mewah
Artikel mewah sudah pasti banyak pembacanya. Rupanya menarik pembaca agar sukarela membaca tulisan kita merupakan perihal yang tidak mudah. Resume-resume kuliah yang di tulis di blog bu Tere tidak terasa seperti resume kuliah. Tulisan-tulisan resume tersebut layaknya artikel populer yang renyah untuk dinikmati. 

Bagaimana membuat artikel renyah dan ramai pembaca? Berikut tips menulis resume anti sepi ala cikgu Tere.
  1. Tulis sesegera mungkin, selagi topik masih hangat. Tujuannya agar tidak semakin banyak uraian yang terlewat. Semakin lama menunda menulis, akan semakin banyak yang terlewat.
  2. Tulis menggunakan gaya tulisan sendiri. Just be your self
  3. Tangkap poin penting yang disampaikan pemateri. Modifikasi bahasa atau kalimat-kalimat yang digunakan. Jangan hanya menyalin tulisan dari pemateri atau bahasa bekennya jangan asal copas.
  4. Gunakan pengantar yang menarik sebelum masuk ke resume. Bisa dihubungkan dengan pengalaman pribadi.
  5. Gunakan heading dan subheading. Penggunaan heading dan subheading akan memberikan kesan lebih rapi terhadap tulisan. Selain itu, penggunaan heading dan subheading aan membantu pembaca memahami struktur tulisan.
  6. Tulis resume dengan sepenuh hati. Menulis resume jangan hanya karena ada tugas, hanya agar gugur kewajiban. Namun, tulislah resume dengan sepenuh hati, sehingga usaha yang akan kita lakukan pun tidak akan setengah-setengah dalam menulis. Kalau kata om Jay, menulis itu jangan asal jadi. Apa yang setidaknya harus dilakukan agar tidak asal menulis.
    • Menentukan judul resume yang wow (lihat poin 7)
    • Mencari referensi terkait topik
    • Merancang pasar resume kita
    • Menyiapkan strategi promosi
    • Merancang tampilan / visual resume (bisa dengan menambahkan gambar atau video)
    • Melakukan editing sederhana (PUEBI)
  7. Gunakan judul yang menarik. Berikut tips menentukan judul yang menarik menurut Mahrani dalam artikel Lima Judul Tulisan yang Menarik Minat Pembaca.
    • Judul Bombastis. Menggebu-gebu, mustahil, berlebihan. Contoh : 6 Hari Bisa Bahasa Inggris, Sukses dalam 10 Hari dll.
    • Judul Kontroversi. Bertolak belakang, bertentangan. Contoh : Mengubah wajah sekolah menyeramkan menjadi menyenangkan.
    • Judul How To. Tips dan Trik, cara membuat sesuatu, tutorial. Contoh : Tips dan Trik Merawat Blog Seperti Anak Sendiri
    • Judul Manasuka. Suka-suka penulisnya. Kadang membingungkan tapi juga membuat penasaran. Contoh : Cinta Brontosaurus, Mariposa, Tarian Kunang-Kunang, dll.
    • Judul Rahasia. Sangat membuat penasaran pembacanya karena isinya tidak mudah ditebak. Contoh : Kitab Sukses Mahasiswa.
  8. Cari informasi tentang narasumber yang akan kita tulis materinya. Semakin lengkap data yang kita punya, maka semakin oke resume kita. Resume yang kita tulis menjadi berbeda dari peresume lain. Cara mencari infonya bisa mendatangi sosial media narasumber.
  9. Gunakan aplikasi atau alat lain yang mendukung. Misalnya narasumber memberikan materi melalui link youtube, maka sambil menonton sambil tulis resumenya. Jika narasumber menggunakan Voice Note, gunakan aplikasi voice to text.
  10. Lakukan blog walking untuk mencari tahu informasi apa yang terlewat.
 
Menulis resume banyak manfaatnya. Menambah pengetahuan, mengikat sari - sari ilmu, dan menajamkan pola berpikir kita. Jika kita mengaktifkan diri menulis resume dengan baik dan sepenuh hati, niscaya banyak keajaiban akan terjadi. Maka, buktikanlah sendiri.
_Theresia Sri Rahayu_ 


#salamliterasi

Magelang, 17 Juni 2020
Ratna Dhevi F.