Mencoba Menikmati Pesta Demokrasi
Mencoba Menikmati Pesta Demokrasi
-sebuah opini pribadi-
-sebuah opini pribadi-
Semakin mendekati pemilu semakin banyak propaganda dari
orang-orang yang "ngerti" politik dan percaturannya, propaganda
saling menjatuhkan saling sikut dan saling membela diri. Seperti apapun bentuk
propagandanya, propaganda frontal yang dibalas dengan propaganda frontal
kembali, saling membela diri dan saling menyalahkan. Entah berdasarkan data
yang benar-benar akurat ataukah tidak, entah kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan atau tidak. Isinya saling bertolak belakang, saling
membela kubu masing-masing dan menjatuhkan kubu yang lain.
Mungkin reformasi telah disalahgunakan, kebebasan mengungkapkan
pendapat dan kebebasan pers mungkin juga telah disalahgunakan, atau semua yang
ada dalam sistem negara ini telah disalahgunakan? Entah konspirasi-konspirasi
seperti apa yang merajalela? Konspirasi sebesar apakah yang sedang
merajai sistem negara ini? Kalau bukan rahasia dan tertutup bukan konspirasi
namanya. Mungkin yang dapat terlihat bagi orang-orang awam politik sepertiku
benar-benar hanyalah topeng terluar, wajah sebenarnya entah sama baiknya atau sama
buruknya dengan topeng-topeng yang dipropagandakan ataukah tidak tidak ada yang
tahu.
Dengan propaganda (baca: topeng) yang dikemukakan oleh setiap
kubu, para orang-orang awam politik yang membaca propaganda-propaganda dari
semua kubu dalam rangka mencari pilihan paling tepat, dibuat bingung. Semakin
banyak membaca propaganda, bukannya semakin mantap mendapatkan figur calon
pemimpin bangsa ini akan tetapi malah semakin tidak mendapatkan bayangan figur.
Celakanya propaganda-propaganda ini benar-benar menjadi alat kampanye yang
digemari semua kubu. Ibaratnya sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, dalam
sebuah propaganda menjaring dukungan terhadap kubu tertentu sekaligus
menghancurkan citra kubu-kubu lainnya (baca: lawannya). Propaganda semakin efektif
dengan lebih dikobarkan oleh para pendukung fanatik, sehingga orang-orang awam
yang malas membaca berita, opini dan propaganda lain akan dengan mudah
terpropaganda tanpa tau benar salahnya maupun akurat tidaknya. Ironisnya,
pendukung fanatik yang banyak berperan dan mengkoarkan propaganda ini tidak
jarang yang hanya sekedar menelan mentah-mentah apa yang dipropagandakan para
otak propaganda tersebut, tanpa mengetahui keakuratan data dan kebenaran fakta.
Berawal dari ingin mendalami figur para calon pemimpin bangsa berujung pada semakin kehilangan figur. Pesta demokrasi yang sebentar lagi akan menjelang ini, entah apakah bangsa Indonesia memang benar-benar siap dengan sistem yang seperti ini. Karena yang terlihat justru seolah dimanfaatkan oleh jaringan-jaringan kepentingan tertentu untuk mewujudkan kepentingannya, mewujudkan tujuannya. Pada akhirnya, dalam pesta demokrasi ini sebagai seorang muslim tentunya harus meminta petunjuk Yang Maha Kuasa agar tidak salah memilih. Menggunakan hati nurani dalam melihat dan memilah calon pemimpin. Abstein bukanlah sebuah pilihan, dengan memilih abstein berarti memberikan kesempatan lebih besar kepada kedzoliman (yang mungkin sudah terkonspirasikan dengan sangat apik) untuk menang. Masih ada waktu untuk lebih memilih dan memilah, istikharoh mungkin perlu dilaksanakan.
Berawal dari ingin mendalami figur para calon pemimpin bangsa berujung pada semakin kehilangan figur. Pesta demokrasi yang sebentar lagi akan menjelang ini, entah apakah bangsa Indonesia memang benar-benar siap dengan sistem yang seperti ini. Karena yang terlihat justru seolah dimanfaatkan oleh jaringan-jaringan kepentingan tertentu untuk mewujudkan kepentingannya, mewujudkan tujuannya. Pada akhirnya, dalam pesta demokrasi ini sebagai seorang muslim tentunya harus meminta petunjuk Yang Maha Kuasa agar tidak salah memilih. Menggunakan hati nurani dalam melihat dan memilah calon pemimpin. Abstein bukanlah sebuah pilihan, dengan memilih abstein berarti memberikan kesempatan lebih besar kepada kedzoliman (yang mungkin sudah terkonspirasikan dengan sangat apik) untuk menang. Masih ada waktu untuk lebih memilih dan memilah, istikharoh mungkin perlu dilaksanakan.
Rasululloh bersabda "Jika suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya maka tunggulah kehancurannya". Mungkin dapat diambil sebuah korelasi, jika suatu negara menyingkirkan orang-orang berilmu (hanya demi kepentingan sebuah golongan kecil) maka tunggulah kehancuran negara tersebut, karena tidak mungkin orang yang ahli tidak berilmu. Mungkin dapat juga diambil korelasi, apabila urusan negara tidak diserahkan kepada ahlinya, maka tunggu kehancuran negara tersebut. Berarti seorang pemimpin negara haruslah orang yang memang ahli dalam urusan kenegaraan dan memimpin suatu negara agar negara yang dipimpinnya tidak hancur. Jangan sampai pemimpin suatu negara hanyalah sekedar pemimpin boneka yang dikendalikan segelintir kepentingan. Tentunya, kita tidak ingin hal tersebut terjadi di Indonesia.
Sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam tentunya jangan sampai negara ini dipimpin oleh orang kafir atau muslim yang mau dijadikan boneka oleh orang kafir. Alloh sudah memperingatkan dengan sangat tegas dalam Al-Qur'an Surah Ali Imron ayat 28, “Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang-orang kafir sebagaimpemimpin melainkan orang-orang beriman”. Tentunya kita tidak ingin negara kita hancur.
Sebentuk kegelisahan pikiran seorang awam percaturan politik saat
mencoba menikmati sebuah pesta demokrasi yang akan segera diselenggarakan.
28032014;01:24
~dhe~
Sebagai bahan bacaan berkaitan dengan pemimpin ideal dalam konsep Islam, saya nemu tulisan ini.
Tags:
Mind Story
Qalbu Story
0 komentar