Ike Bunge
Setiap daerah tentunya mempunyai budaya
dan ciri khasnya sendiri – sendiri. Budaya menjadi identitas eksistensi suatu
kelompok masyarakat yang tinggal di tempat tertentu. Bahasa daerah tentu saja
menjadi salah satunya. Seperti yang kita ketahui bersama, sudah banyak bahasa
daerah di Indonesia yang telah punah. Tentu hal ini sangat di sayangkan, karena
bahasa daerah merupakan kekayaan budaya Indonesia. Bagaimana agar bahasa daerah
tidak punah? Tentu saja para putra daerah harus melestarikannya. Lagu daerah menjadi
salah satu cara yang cukup efektif untuk melestarikan bahasa.
Di kabupaten Gayo Lues ini, bahasa yang
digunakan adalah bahasa asli suku Gayo yaitu bahasa gayo. Bila berbicara
mengenai kebudayaan ini, tidak diragukan lagi orang Gayo memang juara dalam
pelestarian budaya. Tengok saja, keseniannya mulai dari saman, bines, hingga
didong dan dabus semua kesenian tersebut masih banyak penggemarnya. Ah tidak,
bahkan hampir semua masyarakat Gayo menyukai kesenian – kesenian asli daerah
mereka. Tentu saja bahasa gayo tidak ketinggalan. Baik tua maupun muda, semua
dapat berbahasa gayo. Bahkan banyak lagu – lagu berbahasa Gayo yang diciptakan
oleh orang – orang suku Gayo. Nah, yang akan saya bahas ini adalah salah satu
lagu Gayo favorit saya dari beberapa lagu berbahasa Gayo yang saya tahu.
Taken from Google search |
Lagu berjudul “Ike Bunge” ini, saya dapatkan ketika melatih tim paduan suara untuk
Upacara peringatan HUT RI ke – 70 tingkat kecamatan Putri Betung. Lagu “Ike Bunge” ini merupakan salah satu lagu
persembahan yang akan dibawakan tim paduan suara saat upacara. Liriknya kurang
lebih seperti ini.
Ike bunge nge taring tangke, aduh
sayange
Ike umah nge taring rongka, aduh
sayange
Layu . . . , layu layu,, Ko bunge . . . , bunge bunge
Layumi ko sayang ko sayang
Layu . . . , layu layu,, Ko bunge . . . , bunge bunge
Layumi ko sayang ko sayang
Ike umah nge taring rongka, aduh
sayange
Ike ate nge dabuh karu, aduh
sayange
Layu . . . , layu layu,, Ko bunge . . . , bunge bunge
Layumi ko sayang ko sayang
Layu . . . , layu layu,, Ko bunge . . . , bunge bunge
Layumi ko sayang ko sayang
Ike umah nge taring rongka, aduh
sayange
Lagu tersebut mempunyai irama dan tempo
yang lambat, syahdu mendayu. Makna yang dikandungnya pun lumayan dalam.
Terjemahan bebasnya adalah sebagai berikut.
Jika bunga sudah tinggal tangkai,
sungguh kasihan
Jika rumah sudah tinggal rangka,
sungguh kasihan
Layu . . .,, layu layu, kau bunga .
. ., bunga bunga
Sudah layu kau kasihan kau kasihan
Layu . . .,, layu layu, kau bunga .
. ., bunga bunga
Sudah layu kau kasihan kau kasihan
Jika rumah sudah tinggal rangka,
sungguh kasihan
Jika hati sudah gundah gulana,
sungguh kasihan
Layu . . .,, layu layu, kau bunga .
. ., bunga bunga
Sudah layu kau kasihan kau kasihan
Layu . . .,, layu layu, kau bunga .
. ., bunga bunga
Sudah layu kau kasihan kau kasihan
Jika rumah sudah tinggal rangka,
sungguh kasihan
Taken from Google search |
Tentu saja, lirik lagu tersebut bukan
sekedar lirik mainan tanpa makna. Menurut versi saya sebagai penikmat, alunan
lagu ini bukan hanya alunan pemanja telinga akan tetapi alunan penuh pesan dan
pembelajaran kehidupan. Pesan lagu secara tersirat sudah disampaikan dari bait
pertama, jika bunga yang tinggal tangkai sungguh kasihan. Seperti bunga bila
sudah gugur tinggal tangkainya saja, dapat dibayangkan tak ada lagi keindahan
yang dapat dinikmati dari bunga tersebut. Begitu juga tersirat dalam bait
kedua, jika rumah hanya tinggal rangka sungguh kasihan. Layaknya rumah yang hanya rangkanya saja, rumah
tersebut sudah tidak dapat dikatakan sebagai rumah. Rumah tersebut sudah
kehilangan fungsinya sebagai rumah. Tentunya sangat sayang dan kasihan
melihatnya.
Bunga jika layu, sudah kehilangan
keindahannya apalagi bila hanya tinggal tangkai. Rumah bila sudah rusak, sudah
mulai kehilangan fungsinya sebagai rumah apalagi bila hanya tinggal rangkanya
saja. Pesan tersuratnya terletak di akhir lagu, jika hati sudah gundah gulana,
sungguh kasihan. Hati diibaratkan rumah dan bunga bagi manusia. Hati yang
gundah gulana ibarat bunga yang tinggal tangkai, dan rumah yang tinggal rangka.
Ketika hati gundah gulana, segala
sesuatu terlihat tidak indah. Makanan paling enak pun terasa biasa saja,
pemandangan atau sesuatu yang sangat bagus dan indah terlihat suram. Seperti
bunga yang tinggal tangkai, tidak indah. Hati yang gundah gulana, sedikitnya
pasti kehilangan fungsi hati sebagai rumah sejati manusia. Segala rasa nyaman
dan aman yang merupakan fungsi rumah, tidak dapat diberikan oleh hati. Di rumah
atau tempat semegah apapun, semewah apapun, bila hati gundah tidak akan terasa
nyaman, tidak akan terasa nyaman.
Disini kita bisa mengambil pelajaran,
bahwa hati merupakan pusat dari tubuh kita. Menejemen hati perlu diasah agar
ketika gundah gulana melanda, kita tidak seperti bunga yang kehilangan tangkai
atau rumah yang tinggal rangka. Mengendalikan hati, menjaga hati tetap menjadi
rumah yang nyaman untuk tubuh, tetap menjadi bunga yang indah. Bila gundah
melanda, bunga hati tentunya dapat menghibur perasaan yang tidak nyaman. Bila
gulana datang, bangunan hati yang kokoh akan memberikan rasa nyaman dan aman
hingga bunga tidak akan layu atau bahkan gugur.
~dhe`journal
the memories of "Tanoh Gayo"
0 komentar