Menyadari bahwa kasih sayang yang kita berikan justru menyakiti orang yang kita sayang, dan kita tidak punya pilihan lain kecuali melakukan apa yang harus kita lakukan. Demi kebaikan. Karena bukankah bila kita peduli dan sayang kita harus mengingatkan?
Walau mungkin tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang yang kita sayang, dan dia merasa tersakiti oleh perlakuan kita. Bukankah sayang tidak harus ditunjukkan dengan selalu mendukung semua yang dilakukan. Bukankah kita wajib saling mengingatkan dalam kebaikan bila kita saling menyayangi. Taukah bagaimana rasanya, menyadari dan melihat orang yang kita sayangi terluka dan sakit karena apa yang telah kita lakukan karena kasih sayang kita, karena kita tidak punya pilihan lain?
Ingatkah kawan, ketika ibu kita mengingatkan kita, melarang kita, menasehati kita, mungkin memarahi kita, tapi kita -lebih tepatnya aku- dengan bodohnya menganggap beliau tidak sayang. Melarang kita untuk tidak melakukan apa yang kita inginkan, mengingatkan kita akan kesalahan-kesalahan kita. Kita -lebih tepatnya aku- tidak melihat betapa dibalik semua itu tersimpan suatu kasih sayang yang begitu besar. Yang kita -lebih tepatnya aku- lihat hanyalah teganya beliau melarang, memarahi, mengomel (menasehati) ini itu, dan mungkin kita -lebih tepatnya aku- menyimpan suatu kebencian, suatu kekesalan. Dengan berurai air mata meneriakinya jahat, meneriakinya tega, walau mungkin hanya dalam hati. Dengan teganya kita -lebih tepatnya aku- menuduhnya seperti itu. Lalu apakah beliau lantas berhenti melarang, memarahi, mengomel (menasehati) kita? Tidak, demi suatu kebaikan anaknya beliau tidak akan takut dibenci anaknya.
Pernahkah kawan melihat bagaimana raut wajahnya ketika kita meneriakinya jahat karena kasih sayang yang beliau tunjukkan dengan cara berbeda? Pernahkah kawan merasakan bagaimana perasaan hatinya ketika kita meneriakinya tega karena kasih sayang yang beliau tunjukkan dengan cara yang lain? Aku tidak pernah menyaksikannya karena aku tak pernah berani mengangkat wajahku dan mungkin juga karena aku terlalu naif menyimpan suatu kekesalan yang teramat bodoh. Pernahkah kawan menyadari ketika melihat anaknya menangis karena semua yang beliau lakukan karena kasih sayangnya, sangat mungkin hatinya teriris, ingin merengkuh anaknya ingin menciumi anaknya mengatakan bahwa beliau menyayanginya, tapi beliau tidak punya pilihan lain. Beliau diam, bukan berarti tega, bukan berarti tidak peduli. Bukan,, tapi beliau menyayangi dan tidak ingin anaknya melakukan kesalahan yang sama berulang kali. Beliau hanya ingin yang terbaik untuk anaknya.
Ibu,, Bapak,, Sahabat..
Akhirnya aku menyadari seperti apa perasaan kalian ketika aku dengan bodohnya menyimpan kesal atas semua yang kalian lakukan karena menyayangiku yang kalian tunjukkan dengan cara berbeda. Menyadari apa yang kita lakukan, menyakiti, membuat terluka, membuat menangis, tidak menyenangkan hati orang yang kita sayangi sungguh bagiku rasanya lebih baik bila aku yang disakiti. Entah bagaimana perasaan kalian dulu, bertahan begitu lama dengan kebebalanku. Masih tetap menyanyangiku dengan kebebalanku. Terimakasih.
Akhirnya aku tau perasaan seperti apa itu, mungkin tidak 100% sama.
Sungguh lebih baik aku saja yang disakiti, tapi aku tak punya pilihan lain.
1 komentar
Like diz... like diz... like diiiiiizzzzz b(>.<)d
ReplyDelete