6 KUNCI PENTING PRODUKTIF MENULIS

(pict. source : freepik)

Kelas belajar menulis Jum'at, 4 Juli 2020 diisi oleh narasumber yang sangat keren. Emm, sebenarnya narasumber yang didatangkan tidak pernah tidak keren sih. Hehehe.

Dr. Ngainun Naim, seorang dosen yang sangat produktif menulis. Tidak seperti kebanyakan akademisi lainnya yang lebih banyak menulis karya ilmiah, beliau menulis berbagai macam genre. Sepertinya malah beliau menulis di semua genre. Beliau juga aktif menulis artikel untuk surat kabar.

Menyimak "obrolan warung kopi" beliau saat pertemuan daring dengan penulis Kampus Desa Indonesia, perjalanan menulis Dr. Ngainun Naim sangat panjang. Beliau berpendapat, semua orang bisa menulis. Hal ini sejalan dengan pemaparan materi yang beliau sampaikan dalam kelas menulis malam ini yang bertema serupa.

Semua orang bisa menulis

Siapapun bisa menulis. Apalagi di jaman sekarang, dengan maraknya sosial media tanpa sadar orang berlomba-lomba menulis. Menulis status di facebook, membuat caption di instagram, membuat story di instagram atau whatsapp bahkan bertukar pesan dengan kawan. 

Salah satu hal yang sangat membantu kemampuan menulis manusia adalah kemampuan atau setidaknya kemauan dalam membaca. Membaca adalah kegiatan penting sebelum menulis. Karena membaca dapat membantu meningkatkan kemampuan menulis. 

Membaca disini tidak lantas harus diartikan secara kaku. Seperti misalnya ada beberapa orang yang tidak dapat melihat, tapi tetap bisa membaca. Baik itu menggunakan tulisan braille atau bahkan dibacakan oleh orang lain. Seperti mantan presiden kita, Gus Dur. Beliau membaca dengan cara dibacakan. Karena secara harfiah, membaca adalah kegiatan memahami teks dengan tujuan memperoleh informasi.

Guru dan menulis
Mengapa seorang guru penting untuk menulis? Bahkan hampir semua narasumber menekankan bagaiamana pentingnya menulis. Pun pak Naim, beliau juga memulai kelas dengan memberikan pemikirannya mengapa seorang guru perlu untuk menulis.

Bisa dikatakan, guru adalah ujung tombak pendidikan. Kunci penting kualitas pendidikan. Semakin berkualitas guru, maka seharusnya semakin berkualitas pula kelas yang diajarnya. Berlaku kebalikannya, jika guru yang mengajar kurang berkualitas, maka hasil pembelajarannya pun tidak akan maksimal sesuai dengan yang diharapkan.

Salah satu kunci penting dalam peningkatan kualitas guru adalah peningkatan kualitas literasi guru. Kemampuan literasi di sini meliputi kemampuan membaca dan menulis. Semakin banyak seorang guru membaca, maka akan semakin banyak karya berkualitas yang dapat dihasilkan. Jika karya berkualitas dihasilkan, maka dia dapat memberikan kontribusi lebih dalam peningkatan kualitas pendidikan.

Seperti kata pak Agus Sampurno beberapa minggu lalu, guru tanpa menulis hanya seorang guru yang mencari penghasilan. Guru yang menulis maka ada kesempatan untuk bermanfaat bahkan menginspirasi. Sudah banyak contoh guru yang sangat menginspirasi dari menulis. 

Dalam pertemuan ini, pak Naim membagikan kunci-kunci bagaimana agar produktif menulis. Kunci adalah alat untuk membuka. Namun, jika tidak digunakan maka kunci hanya akan menjadi kunci. Begitu pesan pak Naim sebelum memulai membagikan kunci. Nah apa saja kunci agar produktif menulis? Baca sampai akhir ya.


KUNCI PERTAMA : Motivasi

Apa motivasi kita menulis? Tanyakan pada diri sendiri, sejujur-jujurnya. Segera tentukan apa motivasi kita dalam menulis. Motivasi tak harus stagnan dari masa ke masa. Motivasi sangat bisa dinamis. Kita bisa mengubah motivasi kita saat motivasi yang kita punya tak lagi relevan atau tak lagi dapat memotivasi. 


Nah, apa saja motivasi umum yang sering digunakan oleh orang untuk menulis.
  1. Karir : Motivasi ini berkaitan dengan profesi kita. Entah itu kita akan menjadikan menulis sebagai profesi kita atau membuat kegiatan menulis untuk mendukung kemajuan karir kita. Khususnya sebagai guru, buah karya menulis dapat digunakan sebagai bahan penilaian kinerja guru yang kemudian dapat digunakan untuk kenaikan pangkat bagi guru PNS. 
  2. Materi : Motivasi ini berkaitan dengan finansial. Menulis untuk mendapatkan honor atau uang. Motivasi ini dapat dikaitkan dengan motivasi karir tadi jika memilih menjadikan menulis sebagai profesi. Penulis-penulis yang menerbitkan buku-buku laris dapat memperoleh penghasilan dari royalti penjualan bukunya, Penulis artikel surat kabar pun bisa mendapatkan keuntungan finansial walaupun tidak dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan utama.
  3. Politik : Menulis yang ditujukan untuk mencapai tujuan politik tertentu. 
  4. Cinta : Motivasi cinta yang dimaksud di sini adalah menulis karena memang mencintai dunia kepenulisan. Mencintai menulis. Menulis sudah lebih dari sekedar kebutuhan.
Ada di poin berapa motivasi kita? Atau punya motivasi sendiri selain keempat motivasi umum di atas?
Semoga tidak ada yang belum memiliki motivasi ya. Kalaupun belum memiliki motivasi, maka segeralah memiliki motivasi. 


KUNCI KEDUA : Meyakini Bahwa Menulis adalah Anugerah

Mengapa menulis adalah anugerah? 
Sebenarnya lebih tepatnya adalah mau dan mampu menulis adalah anugerah. Mengapa? Banyak orang yang mau menulis tapi tidak mampu melakukannya. Bisa jadi karena kesibukan atau alasan-alasan lainnya. Banyak juga orang yang mampu menulis tapi tidak mau. Memiliki waktu untuk menulis tapi tidak mau menulis. Atau bahkan yang sering juga membuat saya iri, seseorang memiliki "bakat" menulis akan tetapi tidak mau menulis. 

Itulah mengapa menulis adalah anugerah. Jika menulis adalah anugerah, maka layaknya sebuah anugerah maka harus disyukuri. Cara mensyukurinya dengan cara tetap menulis. Seseorang yang sudah lulus S1 harusnya bisa menulis. Apalagi yang sudah S2 bahkan S3. Setidaknya selama kuliah, seorang lulusan S1 telah menulis minimal seribu halaman. Maka seharusnya seorang guru -- yang pastinya sudah lulus S1-- tidak lagi mengalami kesulitan dalam menulis.

Hampir tidak ada kehidupan kuliah tanpa makalah. Jika diasumsikan setiap semester membuat 10 makalah dan masing-masing makalah berjumlah 10 halaman, maka setiap semester seorang mahasiswa minimal telah menulis 100 halaman. Selama delapan semester sudah mengumpulkan 800 halaman tulisan. Ditambah dengan laporan KKN dan skripsi, sudah lebih dari 1000 halaman. Belum lagi kalau ada laporan praktikum, ada pula laporan PPL atau PKL. Apalagi kalau di organisasi.

Jika lulusan S1 bahkan S2 atau S3 masih kesulitan menulis, maka harus dipertanyakan ribuan lembar yang sudah dituliskan. Apakah selama kuliah kita spesialis numpang nama dan bayar fotokopi makalah. Spesialis caplok, kalau bahasa pak Naim spesialis kanibal. Mencaplok tulisan orang, ambil tulisan di sana sini, tempel tempel hingga menjadi seolah tulisan kita. Spesialis dibuatkan orang atau membayar seseorang untuk membuatkan karya tulisan atas nama kita. Atau yang terakhir, spesialis kesimpulan. Spesialis kesimpulan ini hampir sama dengan spesialis caplok tadi, hanya saja agak lebih beradap dengan mencantumkan referensi dan tugasnya adalah membuat kesimpulan.
 
Menulis membuat kita berbeda dari yang lain. Sesederhana apapun hasil tulisan kita, yakinlah akan memberikan kontribusi. Pastikan saja kontribusi yang kita berikan adalah sebuah kontribusi positif. Itulah mengapa, ada etika dalam menulis. Terus menulis, maka dengannya kita akan berbeda. Begitu pesan yang disampaikan oleh pak Naim.


KUNCI KETIGA : Yakini Bahwa Menulis Memberikan Banyak Keajaiban Hidup

Banyak orang yang sudah membuktikan keajaiban konsistensi menulis. Contoh paling terkenal, Raditya Dika. Yaah, walaupun sebenarnya dia bisa dijadikan contoh untuk banyak hal sih. Tapi karirnya berawal dari konsistensinya dalam menulis blog. Tulisan blog yang kemudian dibukukan dan menjadi salah satu buku terlaris di Indonesia.

Di kelas menulis ini pun, contoh yang nyata adalah om Jay. Taglinenya menulislah setiap hari dan buktikanlah apa yang akan terjadi, benar-benar bukan isapan jempol baginya. Setidaknya ada lima keajaiban yang bisa kita lihat dari dua orang hebat di atas.
  1. Mendapatkan materi. Buku-buku yang laris tentu akan mendatangkan royalti yang tak sedikit. 
  2. Sering diundang menjadi pembicara di berbagai forum
  3. Memiliki banyak teman
  4. Bisa membeli berbagai peralatan yang dapat mendukung hidupnya
  5. Tulisan adalah perekam kehidupan yang sangat baik.
Sebuah kutipan yang bagus, saya dapatkan ketika menyimak obrolan warung kopi pak Naim seperti yang saya ceritakan di atas. 
"Keajaiban akan ditemukan pada orang yang konsisten yang menjalani proses"

KUNCI KEEMPAT : Tidak Mudah Menyerah

Banyak orang yang semangat menulisnya naik turun. Salah satu penyakit penulis yang banyak menghinggapi penulis pemula. Jika sedang on fire, nulis berapa banyak pun hayuk saja. Seakan tak akan pernah kehabisan ide. Kalau sedang turun mood menulisnya, nulis satu kalimat saja susahnya minta ampun. Ide seakan lenyap entah kemana. 

Penyakit mood menulis ini sedang menghinggapi saya akhir-akhir ini. Kalau mau mencari alasan pasti ada saja, kesibukan yang bertambah dan semacamnya. Namun, sebenarnya kalau mau memaksakan sebenarnya masih tetap bisa menulis. Paksa, paksa, paksa. Selama mood menulis saya menurun drastis seminggu ini, saya tetap memaksa menulis. Walaupun kemudian berakhir di draft blogger yang kemudian menumpuk minta diselesaikan.

Tak mudah memang mempertahankan mood menulis. Tak mudah pula memaksa diri untuk terus menulis disaat ide mandeg. Tulisan yang dihasilkan saat sedang butek pun rasanya tak memuaskan. Setidaknya bagi saya, yang masih mengidap penyakit "editor" akut. Suka kesel sendiri dengan hasil tulisan sendiri. Bahkan resume inipun sudah dikerjakan beberapa hari dan tak jua rampung. 

Kembali lagi sih memang, harus benar-benar mau memaksakan. Karena penyakit males, jenuh dan mandeg ide ini sebenarnya akan sembuh bila kita terus menulis. Namun, jika kita turuti si penyakit ini maka kita akan benar-benar mandeg menulis. Percayalah menumbuhkan kembali semangat menulis yang terlanjur lama padam itu lebihh sulit. 

Masih saya simak dari obrolan warung kopi tadi, pak Naim menyebutkan jika seseorang bisa produktif jika sudah mencapai level malu ke 3-4. Level malu dalam menulis ini, pak Naim membaginya dalam 4 level.
  1. Level 1 : Malu Menulis. Orang pada level ini, tidak mau menulis. Malu untuk menulis. Jika pada level ini tidak dapat mengatasi rasa malunya, maka selamanya tidak akan pernah bisa menulis. Tidak akan pernah menulis.
  2. Level 2: Malu Tulisannya Dibaca Orang. Orang di level ini sudah mau menulis. Namun, dia malu kalau tulisannya dibaca orang. Saya pernah mengalami ini bertahun-tahun lamanya. Akibatnya apa? Tidak berkembang. Bahkan bisa-bisa turun ke level 1. 
  3. Level 3 : Malu Sudah Mulai Hilang. Orang di level ini, sudah berhasil mengatasi rasa malu di level 2. Nulis ya nulis aja. Mau bagus, mau jelek yang penting nulis. Jika sudah di level ini, maka pertahankan jangan sampai turun ke level 2 lagi. Gunakan kunci kelima dibawah, untuk meningkatkan kualitas tulisan.
  4. Level 4 : Malu Kalau Tidak Menulis. Orang di level ini, seperti apapun kondisinya pasti akan terus menulis. Entah saat mood naik ataupun saat mood turun. Misalnya, sebagai guru malu kalau modul yang diberikan ke siswa hasil kopi sana sini, potong sana sini. Kemudian, si guru berpikir, harus nulis modul ni. Atau bisa juga, si anu yang lebih muda aja sudah nulis banyak buku, masak saya gini-gini aja. Nulis ah. Kurang lebih begitu.
Jika kita sudah dalam level 3 atau 4, harusnya kita sudah produktif menulis. Jangan pernah menyerah. Itu Kunci keempat. Jangan menyerah dengan kemandegan ide. Jangan menyerah dengan rasa malas. Jangan menyerah dengan kejenuhan. Jangan menyerah akan rasa malu. 
Jangan menyerah menyembuhkan penyakit-penyakit menulis. Jangan menyerah menjalani proses. Masih ingat kutipan di kunci ketiga tadi?
"Keajaiban akan ditemukan pada orang yang konsisten menjalani proses"


KUNCI KELIMA : Berjejaring

Berjejaring atau berkomunitas. Sebagai makhluk sosial, sebenarnya manusia akan cenderung untuk berkerumun. Cenderung untuk berkomunitas atau berjejaring. Agar sikap alami kita sebagai manusia juga meningkatkan kualitas serta produktivitas kita dalam menulis meningkat, maka tentu saja kita harus berkomunitas dengan komunitas-komunitas menulis. Bergaul dengan orang-orang yang memiliki visi yang sama. 

Bergaul dengan orang yang bervisi sama akan memberikan suntikan semangat tersendiri. Dilain pihak juga pasti akan meningkatkan kualitas sesuai dengan visi yang diusung. Para bisnismen mereka berkomunitas dengan sesama bisnismen untuk bertukar ilmu dalam rangka pengembangan bisnisnya. Pun penulis, berkomunitas dengan sesama penulis untuk saling berbagi ilmu untuk meningkatkan kualitas kepenulisannya. 

Selain kualitas, tentu saja banyak efek samping positif dari berjejaring ini. Mengenal banyak teman baru. Mengenal pakar-pakar yang biasanya tak akan pernah terbayang akan kita kenal jika kita hanya individual. Mendapatkan ilmu-ilmu yang selalu berkembang. Kelompok pendukung yang masiv. Suntikan semangat. Masukan, kritik, saran bahkan tawaran kolaborasi dengan mereka yang sudah sangat hebat. Tentu lebih banyak lagi sesuatu yang kita dapatkan dari sekedar satu keuntungan satu paragraf ini. Membahagiakan kan?


KUNCI KEENAM : Menulis Sebanyak-Banyaknya

Menulislah sebanyak-banyaknya. Jika perlu ditarget. Misal menggunakan saran om Jay, menulislah setiap hari walaupun hanya tiga paragraf. Teruslah menulis bahkan jika tulisanmu jelek. Jika menulis setiap hari, yakinlah lama kelamaan tulisanmu akan semakin bagus. Begitu pesan Pak Naim.

Benar juga yang dikatakan pak Naim. Jika kita melihat tulisan-tulisan kita yang telah lampau, maka akan kita dapati kalau tulisan kita sangat memalukan mungkin. Acak-acakan mungkin. Alay bin lebay mungkin. Paling mudah dilihat dari mana? Sosial media. Lihatlah tulisan status facebook kita bertahun yang lalu, yakin pasti kita akan malu sendiri. Ternyata saya pernah alay. Ternyata saya pernah lebay. Ternyata saya sangat aneh dan sebagainya.

Saya pernah mencoba membaca kembali tulisan skripsi saya. Skripsi yang dulu ditulis dengan berdarah-darah. Penuh perjuangan. Ternyata saat dibaca saat ini, lucu juga. Saya jadi berpikir, "Ya Allah gini amat tulisan gue dulu". Ya pantas saja, saat kita mengerjakan skripsi dulu, revisi lagi revisi lagi. Mungkin dosbing dulu juga tertawa-tawa membaca tulisan saya. Tulisan yang saat ini kita anggap gini amat, dulu pada masanya kita sangat berjuang menulisnya. Bagi yang nulis ya, hehe.

Jika kita membaca tulisan kita yang lalu dan merasa aneh, artinya kita telah berkembang secara kualitas. Begitu kata pak Naim. Bahkan sekelas pak Naim yang sudah menulis banyak buku, banyak esai, banyak artikel pun pernah merasa geli dengan tulisannya sendiri. Jadi tak apa, itulah proses.


Itu tadi enam kunci produktif menulis. Jika kita mau menyimpulkan sebenarnya bisa saja kesimpulannya hanya beberapa kata.
1. Nulis Aja
2. Nulis Lagi
3. Nulis Terus
4. Nulis Terus lagi dan lagi
5. Terus-Terusan Nulis
Itu kesimpulan yang saya tangkap dari pemaparan materi dari pak Naim. Tentu saja itu adalah kesimpulan versi saya. 

"Ingatlah! Tulisan yang baik itu adalah tulisan yang selesai. Pun buku. Kriteria pertama buku yang baik adalah buku yang selesai ditulis!"

#SalamLiterasi

Ratna Dhevi Fahmiyati
Magelang, 5 Juli 2020


---akhirnya tulisan ini memenuhi kriteria pertama tulisan yang baik. SELESAI. Draft-draft resume materi lalu dan beberapa draft tulisan menanti untuk menjadi tulisan yang baik.
---Jika rasa jenuh mendera tanpa henti. Hanya ada satu kata. LAWAN! Hehe


Terimakasih sudah meluangkan waktu membaca. Share kesan atau bahkan kritikan dan saran di bawah ya. 

Share:

6 komentar