Tentang Temaram
Tuan,
Engganku masih bergelung di sekitaran
Waktu masih terhenti di putaran putaran
Di sebuah masa dimana temaram dan hujan bersemayam
Tertanam tak bergerak di parahiyangan
Mengeja rona senja yang bahkan tlah berlalu berganti malam
Lalu bilakah sajak sajak lembayung itu kan terbaca
Waktu berlalu tuan,
Kini engganku sejenak tlah hendak beranjak
Meski rona senja masih berarak tak jua terbaca
Sajak lembayungmu tlah lama kurelakan
Parahiyangan, entah sejak kapan tak lagi menjadi pusat peredaran
Rupanya tuan,
Semua itu hanya kais sisa kenangan
Tentang hujan dan temaram yang selalu ku genggam
Nyatanya hanyalah remahan
Tak berarti tuan
Sudahlah tuan,
Puanmu ini memang selalu begini
Terlambat menyadari hingga semua tlah terlambat sekali
Ingatkah kau akan kalimat yang kuucap di malam bersisa hujan kala itu
Puanmu ini tuan,
Termakan omongannya sendiri
Tuan,
Puanmu tak hendak ingin lagi berjumpa
Bukan sampai jumpa yang ingin puan ucap
Tapi, selamat tinggal tuan
Puan ini telah berhenti membaca bait rona senja
Tak jua ingin lagi menyair sajak lembayung bumantara
#salamliterasi
~dhe
Magelang, 3 Juni 2020
Tags:
#DiaryHujanku
2 komentar
Mantuuuul ... Haha moga kelak aku pun jago berpuisi 😁
ReplyDeleteWkwkwk
DeleteDan moga kelak aku pun jago nulis cerpen dan novel seperti kamuuuu 😘